Content

when writing the story of your life, don't let anyone else hold the pen

tanggal tua dan jatuh miskin

Thursday 28 April 2005 - Filed under ragam cuatan

menghitung hari gajian

jika tanggal sudah mendekati senja, kadang saya merasa miskin.

saya masih bersyukur karena saya punya pekerjaan tetap, dengan penghasilan tetap pula. saya juga bersyukur karena saya masih bisa menyisihkan pendapatan saya untuk membeli barang yang tidak perlu, seperti boneka teddy bear. saya harus tetap bersyukur, berapapun recehan yang ada di rekening saya, plus di dompet saya.

bayangkan kalau saya tidak punya pekerjaan tetap, dan tidak punya penghasilan tetap pula. saya juga ngeri membayangkan tidak bisa menyisihkan pendapatan saya, bukan untuk membeli barang yang tidak perlu, seperti boneka teddy bear, tetapi untuk makan. saya takut membayangkan recehan yang ada di rekening saya menipis, plus di dompet saya juga amblas.

berapapun kocek yang kita punya, kan harus kita syukuri to?

tapi jika tanggal sudah mendekati tanggal 20-an, bahkan menjurus ke tanggal 30-an, dan duit di dompet sudah sangat tipis, saya tak jarang merasa menjadi orang yang sangat miskin secara finansial. mau makan, harus berpikir 3-4 kali dulu. mau keluar, apalagi … biaya angkutan di jakarta kan tidak murah.

maka, solusi yang rada pas adalah membeli telur mentah. tak harus beli telur kampung, cukup telur lehor saja. seperempat kilo, saya bisa mendapatkan 4-5 butir, tergantung besar-kecilnya. dengan bobot segitu, saya cukup menggelontorkan Rp 2000 saja. itu bisa buat makan 4-5 kali, tergantung jumlah telur setengah kilo yang didapat.

saya sangat suka telur ceplok setengah matang. dimakan dengan nasi panas, tak jauh berbeda rasanya dengan makan ‘dikala bisa makan enak’. gurihnya telur bagian kuning nya membuat lidah ini serasa digoyang dan perut senantiasa kenyang. murah-meriah … dan lumayan gizinya.

ini pula yang membuat rika dan fin, teman sekantor saya, mentertawai saya ketika saya bercerita soal kemiskinan dan telur ceplok setengah matang ini. tak apalah, toh saya bersyukur makan dengan telur ceplok setengah matang saja. mungkin di belahan jakarta lainnya, malah ada yang tak bisa makan, tak bisa membeli telur seperempat kilo yang ‘hanya’ Rp 2000 saja. dengan demikian, mereka lebih miskin ketimbang saya.

thanks gosh!

Tagged: » » »

2005-04-28  »  Femi Adi