Semawis di gang warung
Saturday 21 October 2006 - Filed under cerita bumijo + friends from heaven + isu indonesia + kegemaran + kuliner + plesiran
semawis: solidaritas masyarakat tionghoa untuk pariwisata.
kecintaan terhadap makanan, tak urung mengusung saya ke lokasi ini. ya, nama semawis dikenalkan pertama kali oleh muraya, teman kakak saya. saat itu, ceritanya tak begitu mengejutkan. “pokoknya disana banyak yang jual makanan deh … kamu pasti suka,” tukasnya. meski tak begitu membuat saya terkejut dan ngiler seketika, toh cerita makan-makan di kawasan pecinan itu selalu membuat saya penasaran. maklum, perut saya cukup fleksibel untuk makan makanan yang malal maupun haram.
dus, malam tadi saya mampir ke semawis. konon, semawis di gang warung ini sengaja dibikin oleh etnis tionghoa semarang untuk menarik wisatawan. uups … khususnya wisatawan yang doyan makan-makan. gang sepanjang 350 meter ini dipenuhi oleh beragam penjual makanan. dari teh cap sepeda balap, teh cap gopek, siomay, sate babi, sate ayam, steamboat, es puter, dll. banyaknya penjual makanan di gang warung ini membuat saya dan deon memutuskan untuk membeli satu porsi di setiap makanan yang kami pilih. pendeknya, sepiring berdua gitu looowowwh …
kamu mencoba apa, femi?
waaa … jangan tanya deeeh! saya mengawali wisata kuliner ini dengan teh cap gopek yang dibanderol Rp 1500 per gelas. sayangnya, deon lupa bahwa tenggorokan saya ini juga perlu diguyur. jadinya 80% teh nan segar itu ludes di perut gendutnya. hallah … teh cap gopek ini disusul dengan es puter cong lik yang lumayan kondang itu. saya memilih rasa durian. jadinya, satu mangkuk berisi dua rasa es puter yang masih agak kasar dan bergaram, plus satu gelinding durian yang daginya tipis abis. rasa es ini ya seperti es puter kebanyakan. teksturnya sedikit kasar tetapi agak terobati dengan manisnya yang pas. coba durennya lebih tebelan lagi.
acara memanjakan perut ini dilanjutkan dengan satu mangkok soto ayam pak bambang. melihat orang yang makan dan sedikit berkeringat, deon menduga sotonya segar dan nikmat. ditambah lagi, deon suka dengan soto (saya juga –sambil mengacungkan jari telunjuk–). maka, kami pesan satu mangkuk soto plus dua tusuk sate. rasa sotonya segar. tak berlemak, dan gurih. kata deon, ini adalah soto khas semarang. kerugian satu mangkok soto Rp 4000, plus dua tusuk sate masing-masing Rp 2000.
saya dan deon belum kapok juga. kami memutuskan untuk makan siomay. kami hanya beli dua gelindingan saja yang harganya masing-masing Rp 2000. si penjual menatap kami dengan aneh karena hanya membeli dua gelinding saja. yeeeh … emangnya situ yang terus-terusan njual makanan sampe lupa makan sendiri. enakan saya dong, terus-terusan makan sampe lupa brenti …
asap hasil pengipasan sate dari kejauhan tak urung mengundang kami. itu adalah sate bai singapura. “namanya singapura, bukan dari singapura kok. tapi kata orang-orang yang makan sate ini, katanya sate ini mirip dendengnya singapura …” tukas encik-encik. duit Rp 15 ribu saya bayarkan. nunggunya lama. maklum, ngantri dan banyak yang pesan. laris manis tanjung kimpul euy! bahkan, saya dan deon sempat rebutan untuk mencari kursi yang kosong. hasilnya? nihil.
seporsi isi satenya 5 tusuk tanpa nasi. dagingnya memang empuk dan kemrenyes. wah, lha iya. ini mirip dendeng singapura. tiba-tiab saya merasa menjadi orang yang beruntung mencicipi sate yang tak ada di jakarta maupun jogja ini. sayangnya, si encik konon tidak membuka warungan, tetapi hanya menitipkannya di warung-warung makan saja.
sebagai penutup, kami membeli teh cap sepeda balap. hallah … kok ya bukan cap sepeda onthel atau sepeda BMX. harganya sama, Rp 1500 per gelas. kali ini, untuk menghindari dominasi atas teh cap sepeda balap, saya membeli sendiri satu gelas untuk saya.
warung semawis ini buka setiap jam 18.00 di hari jumat, sabtu, minggu. tutupnya sekitar jam 23.00. ayo ayo … berwisata ke gang warung …
2006-10-21 » femi adi soempeno
7 November 2006 @ 10:20 am
[...] [...]