T u l a l i t
Tuesday 19 December 2006 - Filed under friends from heaven
“maaf sebelumnya, tapi gue mesti bicara soal ini … ”
saya mengamati pucuk-pucuk daun cemara dari teras plasa senayan. jantung saya berdegup 10 kali lebih cepat dari biasanya. perasaan saya menjadi tidak enak. kaku. dingin. sumpek. dipenuhi rasa penasaran yang amat sangat. tetapi saya masih menunggu pembicaraan ini.
” … lo disangkut-sangkutin dalam hal ini. katanya, lo yang yang mengganggu hubungan mereka. nelponin lah, kirim sms lah. neror gitu …”
pucuk-pucuk daun cemara itu masih bergoyang. anginnya dingin. beku. langit juga menjadi abu-abu pucat. kemana awan putihnya? ayo, keluarlah. jangan bersembunyi! rasanya dada ini dihajar oleh setumpuk batu besar. besar. besar. kokohnya menelikung hati saya.
” … tapi lo tau sendiri kan. dia kan bloon. bahkan mengaitkan keluhannya dengan kalimat gue pun nggak bisa. padahal keluhannya dan cerita gue adalah dua kasus yang berbeda …”
saya merasakan gigitan angin mulai terasa. sebentar lagi hujan. saya justru berharap hujan segera datang. berharap segarnya rerintikan air dari si pemilik hidup akan membangunkan saya dari rasa sedih dan keterkejutan. heyh. saya tengah berusaha menyebunyikan rasa shock saya.
” … gue percaya banget lo nggak ngerti sama sekali dan nggak kenal itu cowok. tapi ya lo tahu sendiri bagaimana si tulalit itu … ”
langit di sebelah kiri saya mulai menggelap. saya pastikan senja tak akan datang menemani rasa sedih saya. napas saya juga menjadi berat. sungguh, saya tidak tahu sama sekali tentang lelaki itu. perkara saya dengan si tulalit sudah usai sejak peristiwa di lobby itu. bahkan, mengingat namanya pun tidak lagi!
tulalit. tulalit. tulalit.
kenapa kamu merusak sore saya. kenapa kamu membuat cokelat dingin ini menjadi lebih dingin dan cenderung asam. kenapa kamu menuduh saya yang menengahi kamu dengan kekasihmu. kenapa saya harus mendengar ini saat libur panjang tiba. kenapa kamu … mesti menjadi orang yang tulalit.
cobalah dewasa dan hadapi semua dengan bijak. mengenalmu dan mengenal lelaki impianmu pun tidak. bagaimana saya bisa menteror kamu dan kekasih kamu. coba pikir untung ruginya. capek.
saya tak ingin memikirkan ini, walau saya tak bisa mengusir cerita ini sejak sore tadi saya mendengar dari orang terbaik yang pernah saya miliki. kata orang terbaik yang pernah saya miliki: “konsentrasi … konsentrasi …” berlatihlah untuk menjadi fokus. sehingga tak menjadikan saya sebagai ‘korban’. dasar tulalit
2006-12-19 » femi adi soempeno