Menjadi toekang keboen
Monday 15 January 2007 - Filed under cerita bumijo
menjadi toekang keboen? tak pernah saya bayangkan sebelumnya.
saya tidak suka menyentuh tanaman. soalnya, setiap kali saya menanam tanaman, pasti mati! dulu, waktu SD, saya masih suka belanja tanaman yang seplastiknya sekitar Rp 300-500. tapi beranjak dewasa, kegagalan menanam tanaman membuat semangat saya surut. tidak, tidak lagi deh bertanam-tanam. ayah saja.
daun hijau keputihan mengelopak. kecil. tumbuh di sebuah batang warna hijau tua. disekitarnya sudah tumbuh beberapa daun yang kokoh, matang dan ‘dewasa’. nah, daun hijau keputihan inilah cikal bakal tumbuhnya daun yang serupa.
tanaman pendek, memanjang oval, keriting. ditengahnya hijau, sedangkan pinggirannya putih. agak kotor kena debu. empat minggu lalu saya membelinya dari nursery, memindahkannya dari plastik dan media tanam bukan-tanah, dan menanamnya kembali ke tanah. sembari menanam, saya selipkan harap, semoga tumbuh. dan … tumbuh!
bentuknya seperti reroncean jarum. berwarna hijau, licin. daunnya mengkilap, bersih. pendek, tak bisa tinggi, begitu kata si penjual. saya membungkus lima plastik untuk saya bawa pulang. saya tanam membaris rapi. sapuan angin menggoyangkannya perlahan. genit.
saya kini bisa menanam.
saya membungkus lagi sempuluh plastik tanaman tinggi. daunnya seperti daun pisang, hanya saja lebih kecil dan memanjang. oranye bunga menguncup kecil di ujung batang. lucu, menyembul diantara hijaunya daun. “ayah … tanaman ini nanti tumbuh kan?” kata saya sambil menekan-nekan tanah agar padat.
sudah sekitar enam bulan terakhir ini saya jadi toekang keboen di rumah den peno. membuang beberapa tanaman. memangkasnya agar tak merimbun. mengganti beberapa tanaman dengan yang baru. menjumputi batu-batu besar di sela-sela tetumbuhan. saya sendiri tak bisa membayangkan, akan menjadi toekang keboen. rupanya, enam bulan ini si pemilik hidup memberi saya tangan yang tak lagi panas. dus, setiap menanam, pasti hidup.
terimakasih, si pemilik hidup!
2007-01-15 » femi adi soempeno