(ternyata) saya itu pendendam
Sunday 12 August 2007 - Filed under ragam cuatan
“rekonsiliasi dong … ” kata si bangsat, semalam.
saya bercerita padanya soal keengganan saya membubuhkan nama seseorang pada jejaring friendster saya. tujuh tahun sudah berlalu. tapi saya masih enggan. waktu ternyata tidak bisa mengikis luka itu.
“kamu pendendam …” imbuhnya.
seperti ada batu yang menghujani saya. barangkali benar, saya pendendam. “ah, tapi kan saya tidak berupaya untuk membalas dendam. hanya saja, tidak mudah menyembuhkan luka!” kata saya, dalam hati. sepertinya ada kultur permusuhan (culture of hostility) dan kultur dendam yang tidak ikhlas untuk diadakan rekonsiliasi. sepertinya rekonsiliasi hanya saya lihat sebagai rekayasa untuk melakukan impunity.
*halah, opo to yo*
biar disurung seribu supporter, tetap saja luka adalah luka. bayangkan saja sebuah kertas putih yang ditusuk dengan pulpen atau pensil. meski di tambal dengan isolasi, diberi perekat, disulam dengan stiker atau kertas putih yang lain, bekas pulpen atau pensil itu tetap ada. luka itu tetap membekas.
tapi saja juga ingat peristiwa lain yang membuat saya luka. ah, nggak usah diingat-ingat.
yang saya rasakan, menyembuhkan luka batin itu tidak mudah. barangkali saya butuh ketegaran untuk mendongakkan kepala. saya juga butuh senyum yang tulus sembari menatapnya. saya juga butuh keikhlasan untuk mengulurkan tangan. bahkan, tujuh tahun saja ternyata belum cukup!
humh. sedih untuk mengetahui dan mengiyakan bahwa saya ternyata pendendam.
2007-08-12 » Femi Adi