Content

when writing the story of your life, don't let anyone else hold the pen

rindu bandung, rindu kopi aroma

Sunday 1 June 2008 - Filed under kuliner + plesiran

saya kok rindu bandung ya. rindu dengan kesumpekannya. rindu dengan bungkusan kopi aroma. sungguh, bandung membikin saya jatuh cinta. barangkali karena sesaknya jalan. barangkali juga karena adem. dan, barangkali juga karena kopi aroma.

maoe minoem koffie selamanja enak? Aromanja dan rasanja tinggal tetep, kaloe ini koffie soeda di boeka dari kantongnja harep dipindahken di stopfles atawa di blik jang tertoetoep rapet. Djangan tinggal di kantong!

Itulah tulisan yang tertera di bungkus Koffie Fabriek Aroma yang hanya bisa kita dapatkan di Jalan Banceuy. Hanya di Jalan Banceuy saja? Iya, benar. Widyapratama, si empunya pabrik kopi, tidak membuka cabang di kota lain. Alih-alih di kota lain, di sudut Bandung yang lain pun tidak.

Pabrik kopi aroma wajib Anda datangi jika singgah di Bandung. Letaknya terselip di antara deretan toko onderdil mobil dan sepeda motor. Lihat, bangunan art deco-nya masih asli. Tak ada secuil pun yang berubah sejak Tan Houw Sian, ayah Widya, membangunnya di tahun 1930. pabrik yang berdiri di atas lahan seluas 1.300 m2 itu merupakan tempat penjemuran, gudang penyimpanan, pabrik pengolahan, sekaligus toko.

dulunya, Tan Houw Sian menjadi pekerja di pabrik kopi milik Belanda pada 1920. hasil keringatnya terus ditabung hingga ia bisa merintis pabrik kopi tahun 1930 dan membeli mesin pengolah kopi buatan Jerman bermerek Probat pada 1936. penerus tan adalah widya. Kendati hidup di zaman yang sarat dengan perlombaan teknologi, Widya tetap bersikeras mempertahankan mesin tua peninggalan ayahnya. Misalnya, mesin pemanggang, mesin pemilah biji kopi dengan sistem sentrifugal, mesin penggiling, stoples-stoples tua, hingga bungkus kemasan kopi yang teksnya masih menggunakan ejaan lama. Maklum, memang semua mesin itu belum rusak.

ada yang unik jika anda menjelajahi bagian dalam pabrik kopi Aroma ini. anda akan melihat pemandangan yang menyejarah. yaitu, tiga sepeda yang tergantung di dinding. kata widya, itu adalah sepeda milik Tan. Widya pun tak berniat melegonya. ia ingin, anak-anaknya selalu ingat bahwa pabrik ini dirintis dengan sepeda tua di zamannya, dengan keringat dari ayahnya.

semakin menjelajah gudang kopi milik tan, anda tak menginjak ubin, melainkan karung yang rasanya seperti berisi pasir. eh, tapi itu bukan pasir, melainkan kopi. gudang ini memiliki kedalaman satu meter dari permukaan lantai pabrik. sedalam satu meter pula gudang ini dipenuhi oleh kopi. Padahal, tumpukan karung kopi ini setinggi langit-langit di pabrik ini. hanya tersedia lorong sekitar tiga meter ke arah dalam gudang kopi dan selebar bahu orang dewasa. bahkan widya pun lupa berapa seluruh kopi yang tersimpan di gudang ini.

asal tahu saja, biji kopi yang masuk ke gudang tahun ini, tidak langsung diolah seperti pabrik kopi kebanyakan. baik jenis robusta maupun arabika, Widya akan menyimpannya hingga delapan tahun sebelum disangrai dan digiling. ini merupakan proses aging untuk memantapkan citarasanya. Semakin panjang masa penyimpanan biji kopi, membuat kadar kafein semakin rendah. hasilnya, perut tak kembung dan tak ada rasa kecut yang tertinggal di tenggorokan. kadar asam pada kopi pun turun hingga tinggal 2%-3% saja. ini adalah resep Tan yang dipegang oleh Widya hingga saat ini.

siapa mau ikut ke bandung?

Tagged: » »

2008-06-01  »  femi adi soempeno

Talkback x 2

  1. yadi
    7 June 2009 @ 9:32 am

    Wow! rindu Bnaund jadi rindu kopi… klo saya rindu Bandung tempo dulu ketika masih sejuk dan tidak macet. Kalo kita sama-sama rindu Bandung yu mampir ke Rindu Bandung di http://yadis9.wordpress.com. Saya tunggu…salam.

  2. ria
    16 June 2009 @ 1:25 pm

    aku mau tanya neh? pada saat penjemuran kopi robusta mengalami perubahan kafein tidak?
    bila ya, berapa kadar kafeinnya?