terima kasih, tetapi lain kali tidak lagi
Thursday 25 September 2008 - Filed under cerita bumijo
Saya sungguh bersyukur, ada mbak jum, tetangga saya, yang sungguh membersihkan rumah saya saat saya datang ke jogja dalam kondisi sakit. Bahkan, usai keluar dari rumah sakit, saya pun masih meminta bantuannya agar membersihkan rumah saya.
Rumahnya hanya berjarak sekitar sepuluh meter dari rumah saya. Dulu rumahnya hanya sepetak. Tapi gempa justru membawa berkah buatnya. Rumah mungilnya yang ambruk, justru bisa dibangun kembali secara vertikal alias tingkat. Jadinya, daya tampungnya jauh lebih besar.
Mbak jum punya tiga anak. Dua diantaranya sudah menikah. Suaminya berjualan minuman botolan. Dulu ayah pernah memintanya untuk membikin eternit atau plafon. Hasilnya buruk. Tapi keluarga ini cukup ringan tangan untuk membantu tetangganya.
Anaknya yang paling besar perempuan dan kini tinggal di jakarta. Usianya hanya terpaut dua tahun lebih tua daripada saya. Waktu kecil kami sering main bersama. Anak keduanya meninggal saat usianya masih batita, dan konon ia sempat linglung untuk beberapa saat karena shock yang tak kunjung reda.
Sehari-hari, mbak jum bekerja serabutan. Mulai dari mencuci pakaian, membersihkan rumah, memasak, dan sejenisnya. Pendeknya, pekerjaan jasa. “Bu Dharmaji, kalau enggak sama saya, dia nggak mau. Pokoknya kalau untuk urusan rumahnya, harus saya,” bebernya.
Dan saya mengujinya, disamping memang saya sangat membutuhkan tenaganya.
Nyatanya, tidak banyak yang bisa dibersihkannya. Aksi nyulaki meja, kursi, jendela dan beberapa perkakas lain begitu cepatnya. Sesudahnya, menyapu. Dan lagi-lagi, mengapa begitu cepat sekali. Tiga ruangan berukuran lapang lantaran tidak terlalu banyak barang, dibereskannya dalam waktu yang sangaaaaattttt cepat.
Saya mencolek meja, lemari buku dan sudut jendela. Masih banyak debu di jari saya. Ah.
Lain waktu, saya memintanya datang lagi. “Mbak, lemari bukunya ikut disulaki ya!” kata saya. Ia hanya mengiyakan saja. saat semuanya sudah beres, lagi-lagi saya mencolekkan jari saya pada lemari buku. Dan debunya tinggal di jari saya.
Saya tetap bersyukur, dalam kesakitan saya, rumah saya sedikit lebih tertata oleh tangan supercekatan mbak jum. Tapi lain waktu, saya tidak ingin berjejalin lagi dengan mbak jum.
2008-09-25 » Femi Adi