Content

when writing the story of your life, don't let anyone else hold the pen

membutuhkan ruang kompromi

Thursday 24 September 2009 - Filed under friends from heaven

kami berbincang lama sekali.

di pinggir balkon pabrik kata-kata tempat saya bekerja. ya, dan kami mengeduk isi hati. sebagian isak tangis; sebagian bungkusan rindu dan sisanya adalah rencana cetak biru dan juga mimpi-mimpi bsar.

dan lagi-lagi tentang perempuan dan laki-laki.

“gue tu maunya begini … blablablabla …” katanya. ya, ya, ya. saya bisa mengerti.

kakinya berlari begitu kencangnya. mimpinya begitu besarnya. cetak birunya bahkan tersusun dengan ketikan yang rapi. usahanya begitu tak-kenal-lelah. sementara pasangannya menggelindingkan hidup apa adanya.

“dia maunya gue dandan atau apaaa gitu. gue kan begini, kalau dia mau ya sukur, enggak ya udah. enak aja mau ngubah-ngubah gue …” tukasnya lagi.

aduh. aduh. aduh. gas pol banget. :)

saya memintanya untuk bercermin. sembari mengintip bahwa keduanya memiliki keinginan dan selera-akan-pasangan yang ini-itu-ini-itu. saatnya membuka ruang kompromi.

yaps. saya, dan sahabat saya ini memiliki karakter yang sejenis meski kami lahir di tahun dan bulan serta dari keluarga dan lingungan yang berbeda.  nyatanya, kami sama-sama menjadi perempuan-penuntut.

padanya saya bilang, bahwa dia –dan saya– perlu ruang kompromi untuk pasangan-yang-menggelindingkan-hidup-apa-adanya. mengurangi kecepatan berlari dan menyesuaikan cetak biru, kemungkinan menjadi pekerjaan anyar yang harus dilakukan meski itu tidaklah mudah. membagi mimpi; bisa menjadi salah satu perabot dalam ruang kompromi itu. selebihnya, menggiringpasangan-yang-menggelindingkan-hidup-apa-adanya dengan pecutan yang membuatnya lebih bergairah akan hidup, berlari sedikit lebih kencang dan membikin cetak biru yang tertata rapi.

dan bisa jadi juga, itu adalah usaha Si Empunya Hidup untuk memasangkan perempuan yang penuntut dengan laki-laki yang menggelindingkan hidup apa adanya.

ya, seperti dia, dan saya contohnya. :)

2009-09-24  »  Femi Adi