wartawan harus pindah jamban
Saturday 12 June 2010 - Filed under kubikel
“wartawan yang masuk dalam desk tertentu, itu tak ubahnya masuk dalam sebuah jamban. penciumannya cepat tersengat oleh isu anyar, oleh bebauan yang membuat hidungnya menjadi tergelitik. tapi jika dia sudah ada di dalam desk itu terlalu lama, berada di jamban itu terlalu lama, penciumannya sudah akrab dengan bebauan yang ada di sana, isu-isu yang ada di sana. tidak lagi tajam, tidak lagi cerdas untuk secara peka memilih dan memilah isu panas danĀ tidak panas. semua isu sama. dus, wartawan itu harus segera pindah jamban, pindah deskĀ …” katanya.
kami berbincang semalam. tentang remeh-temeh pekerjaan sebagai wartawan.
well …
cuilan kehidupan yang belakangan kami lewati mengajarkan banyak hal soal kepekaan yang makin lama makin membuta. semuanya terlihat gelap, dan menabrak ini-itu yang mestinya tak akan tertabrak ketika mata bisa melihat dengan begitu jelasnya. termasuk, kepekaan untuk melihat wartawan yang harus pindah jamban itu menipis.
ambisi justru membikin leadership jadi aus. di lain sisi, kepasrahan justru menunjukkan ketidakberdayaan, kalau engga mau disebut sebagai kekalahan. akibatnya, kertas putih besar yang tergelar diatas meja bukanlah coretan strategi, melainkan harga mati untuk sebuah kerja keras yang zero-appreciation.
2010-06-12 » Femi Adi