lebaran tanpa makanan lebaran
Tuesday 14 December 2004 - Filed under cerita bumijo
ketemu setahun sekali!
keluarga ku ga merayakan lebaran. bagi kami, lebaran menjadi ajang untuk silaturahmi dan ngumpulin ‘balung pisah’ dengan sodara jauh. hanya lebaran lah kesempatan kami bertemu. menyenangkan kah? tidak sepenuhnya!
however, seneng sendengarkan gema takbir lebaran 2004 lalu. duh, basi banget yah kayaknya … obor, kaabah, gema takbir menjadi momen yang cukup membahagiakan meski aku ga merayakannya personally. tapi menemukan anak-anak kecil berarakan keliling jogja, mengangkat obor tinggi-tinggi dan menyuarakan takbir, ga lagi bisa kutemukan di sudut jogja. entah, mungkin zaman sudah bergerak dan ga menyisakan secuil cerita di masa kecilku dulu. “cari aja di jogja bagian selatan, mungkin masih ada …” seru seorang teman. menyusuri pekatnya jogja, justru yang kutemui kini adalah mobil pick up yang dipadati bocah-bocah kecil dan meneriakkan takbir dengan penuh canda. aiii … ruh nya hilang?
yang bikin sedih lagi, ketika ayam kampung, petai, lombok, bumbu pasar, telur, menjadi barang yang langka di pasaran. gue nangis, abisnya ga kebagian itu material utama dalam lebaran. memang, lebaran ga melulu harus dengan opor ayam dan ketupat. tapi, menu itu seperti menjadi menu ‘wajib’ yang ‘kudu’ ada di atas meja ketika hari lebaran. untungnya, seorang kakak yang baik mensuply opor ayam dari magelang, juga pembantu lama mengirimkan sambal krecek dan opor ayam ke rumah.
dari magelang: opor ayam, dengan sedikit kuah yang sangat gurih. kuahnya cukup kental, berwarna krem. ayam kampung utuh tanpa kepala dan ceker, sudah dipotong menjadi empat bagian besar yang siap dilahap. sambal goreng bukan ati, maklum bisa bikin penyakit, jadi pake sambal goreng sapi. dagingnya diotonng kotak-kotak, lembut, tanpa kentang. sambel goreng bukan ati, dengan petai dan lombok abang. rada pedes-pedes nikmat gitu. bukan ketupat, tapi lontong panjang yang dipesan khusus untuk kami. terima kasih mbak wik!
dari mbok lah: siang, mengantar satu rantang besar bertumpukan. isinya opor ayam dengan telur. warnanya kuning keemasan. kuahnya banyak, bisa buat renang. opornya sedikit asin tapi ga bikin eneg. juga ada sambel krecek, dengan balutan kuah kemerahan. terima kasih mbok lah!
tapi kan rejeki ga boleh dinikmati sendiri. kenapa hanya kami yang berejeki? kanan kiri kami, belum tentu berlimpah opor, sambal goreng, krecek, dan lontong. thanks god, sudah membuat kami tidak buta dengan rejeki yang membanjiri kami.
bertandang ke rumah sodara. bertemu dengan orang-orang ‘asing’ yang dalam hati bilang, “oh, kita masih sodaraan dengan mereka yah?” selamat datang dan selamat mengenal kami. mungkin setahun lagi kita baru ketemu, pada acara silaturahmi. yang jelas, masih banyak yang terlewatkan dalam agenda silaturahmi kami.
seorang saudara jauh tampak tak ikut berfoto bersama kami. juga, dia tak bercakap bersama aku. dia diam, cenderung menjauh dariku. uh, god, terima kasih! terima kasih sudah mempertemukan kami dalam satu rumah an event yang sama, dimana aku bisa melihat dia blingsatan, dimana semua orang kusalamin dan dia tidak kusalamin. dimana dia menyajikan makanan buatku dan tidak aku sentuh sedikitpun. “maaf tante, ini belum seberapa dengan ibu yang sudah kamu bunuh, yang sudah kamu minta dari keluarga kami, ibu yang sudah kamu jadikan tumbal” batinku dalam hati.
mohon maaf lahir dan batin. kalau teman bilang, “mohon mangap lahir kebanting …”
2004-12-14 » Femi Adi