i love sushi, but i love you more
Wednesday 5 August 2009 - Filed under cerita cinta + kuliner + renanda
kecintaan pada sushi semata-mata bukan karena tokiko onose, tetapi karena saya menyukai kesegaran dagingnya sekaligus kandungan lemak pada ikan yang bagus buat tubuh.
selebihnya, karena kami menikmati santap siang yang cukup melegakan bersamanya; menyantap sushi di restoran tertinggi di kota jakarta, cilantro. meski acara-santap-siang itu tak akan kembali, tapi saya masih tetap menyimpannya sebagai memori yang menyenangkan. dan, selalu riang bila menyantap sushi; meski tanpanya di sisi saya.
kecap asin, wasabi, jahe merah. ketiganya adalah pasangan sempurna bagi sushi, nasi padat yang digulung dengan beragam isi. alpukat, mozarella, tuna, cumi, telur ikan salmon … uwh. mengingatnya pun membuat air liur ini terbit.
sushi memang tak asing baginya, iya, bagi tokiko onose. koki akan menjadi dewa yang menjamin bahwa ikan mentah yang disantapnya tak akan merugikannya, bahkan membunuhnya. jadi, sangat jamak terlihat orang-orang yang memilih duduk di sushi bar karena bisa berbincang-
bincang dengan sang koki. padahal, konon, agak bahaya juga kalau ngobol dengan koki di meja bar. soalnya, tamu yang kenal koki dengan baik biasanya akan memberi serebis atau service dengan memberi diskon yang lumayan besar dari yang semestinya.
ia pernah membeberkan bagaimana membikin sushi. yaitugaya Kansai atau yang sekarang menjadi Kyoto dan Edo yang sekarang menjadi Tokyo. baginya, kiblat makanan enak adalah Kyoto dengan sushi yang bulat dan saus manis. sementara itu gaya Edo adlah sushi yang berbentuk kotak dengan saus yang sedikit asam.
“sushi mengembara, hun. makanya ada banyak varian sushi yang berkembang. california roll, gulungan rumput laut kering berbentuk corong yang isinya campuran sayuran segar kayak daun selada, alpukat, dan irisan timun; ditambah lagi mayonaise, irisan daging, kepiting olahan (kani), telur dadar (tamago), dan kadang-kadang ada telur ikan salmon atau telur ikan terbang,” katanya. itu namanya fusion.
ia tak menyukai fusion. maunya yang asli, yang sushi se-sushi-sushi-nya. apalagi, sushi segar yang baru dibuat saat ada pesanan, bukan dengan cara ala makanan cepat saji yang antara lain disajikan memakai ban berjalan seperti yang sering saya jumput di sushi-tei plasa senayan.
konon, yang membedakan sushi biasa dan tidak biasa adalah jenis ikannya. misalnya saja tuna. tuna yang terbaik dan termahal adalah blue fin tuna yang ditangkap dari laut dingin. dus, lemaknya benar-benar banyak serta diyakini lebih kaya protein. malahan, koki sushi fanatik ingin agar bahan bakunya dilewatkan Pasar Ikan Tsukiji, Tokyo. pasar ini adalah pusat pasar ikan untuk seluruh Jepang yang juga mengirim ke berbagai negara.
“jadi, kapan bisa mengajakmu ke pasar ikan tsukiji?” tanyanya.
yah, makan sushi itu bukan hanya urusan hati dan kepala. tetapi juga makan dengan siapa. betul begitu??
(tulisan ini saya bikin usai kesengajaan menyambangi sushi groove di kuningan. ya, saya merindu tokiko onose)
courtesy image: bloomberg
2009-08-05 » Femi Adi