renanda dan rasa cinta itu
Saturday 7 May 2005 - Filed under cerita cinta + friends from heaven + renanda
pernahkah kamu menyayangi seseorang dengan segenap hatimu?
seseorang disana, ada jauuuh sekali dari sini, menemui saya setiap minggu. warna kuning yang muncul di pojok kanan bawah, membuat kangen saya luruh. rasanya kangen ini sudah ia tambal dengan suara ‘knock … kncok’ di loudspeaker komputer saya. bermil-mil dari sana, sapanya selalu hangat meski kosakata bahasa indonesianya tampak terbatas. dialah yang saya sayangi dengan segenap hati saya.
kami memang punya pertemuan kecil di setiap akhir pekan. saat semburat jingga sudah harus bertugas, saat itu pula saya mengemas diri dan menyiapkan pertemuan kecil kami. makan malam bersama ayah dan memberesi rumah sudah harus kelar sebelum saya bertemu dengannya. setelah semuanya usai, baru saya memulas layar 15 inch saya dengan rintik-rintik bahagia: sebentar lagi kami bertemu. dialah yang saya sayangi dengan segenap hati saya.
dia selalu menghadiahkan saya satu-dua jam dari waktunya untuk menjumpai saya. mestinya, saat itu ia sudah merebahkan badannya diatas kasurnya yang empuk. tapi dia mengalah, memilih mendatangi saya dengan senyum ramahnya. dialah yang saya sayangi dengan segenap hati saya.
setiap bertemu, ruang hati ini bak dipenuhi dengan rona merah jambu dengan deraian tawa dan desiran halus yang tak pernah mandek. dia usil. dia suka iseng. dia tak berhenti menggoda. biskuit yang ia pamerkan dan kembang senyum yang ia kirimkan, tak pernah membuatku mandek untuk menyulam mimpi bersamanya. dialah yang saya sayangi dengan segenap hati saya.
entah, setiap kali bertemu dengannya, setiap kali saya merasa bahwa tabungan cinta saya bertambah padanya. potongan hati untuk “beruang yang memakai pjamas merah” —begitu saya kerap menyebutnya belakangan ini— semakin menggenapi puzzle-puzzle hidup saya. dan setiap kali bertemu dengannya, buncah kebahagiaan ini selalu menyeruak perlahan. dialah yang saya sayangi dengan segenap hati saya.
gulitanya malam dan bulir gerimis yang terhempas dari langit, tak membuat hati ini beku. tapi sabtu menjadi tidak indah bila tak melalui gerbang perjumpaan dan kecupan selamat malam. “muach … bye sayang …” begitu biasanya dia mengakhiri setiap pertemuan kecil kami. dialah yang saya sayangi dengan segenap hati saya.
pada semburat jingga saya titipkan sepotong rindu dan secuil doa buatnya. pada langit sore saya kabarkan bahwa saya menyayanginya. pada jajaran huruf yang tak beraturan di meja kerja saya ketukkan salam hangat dan kangen untuknya. pada rinai hujan dibalik jendela di sebelah kubus saya menautkan sebelah kelingking saya padanya. dialah yang saya sayangi dengan segenap hati saya.
potongan puzzle saya tinggal satu, yaitu bertemu dengannya, karena dialah yang saya sayangi dengan segenap hati saya.
2005-05-07 » Femi Adi