selarik sapaan, dan mak nyes
Sunday 7 March 2010 - Filed under cerita bumijo
Saya tidak pernah berbincang dengannya seumur hidup saya.
Dan saya justru selalu menghindarinya. Ya, saya selalu menghindarinya. Hingga esti, kakak saya, berbincang dengan salah satu kerabatnya –yang entah siapa namanya. “saya adiknya …” kata esti, menjawab apa yang ditanyakannya. Kebingungan membersit.
Kami memang nyaris tidak pernah menguarkan identitas kami pada mereka, mereka, mereka dan mereka. Kami menerima status keluarga sebagai sebuah ungkapan syukur yang harus kami lalui; dan seiring jarum jam yang terus bergerak ke kanan dan terus ke kanan, kami membiarkan semuanya terbuka oleh waktu; tanpa kami harus mengumbarnya.
Dan sebaris pertanyaan mencuat, “ayo ikut mobil aja! Naik apa ke sana?” saya tersenyum, dan mengatakan bahwa saya menggelindingkan kendaraan sendiri, bersama kakak saya.
Ya, ini namanya rahasia keluarga. Bahkan safe deposit box yang bernama waktu pun enggan menguncinya rapat-rapat.
“Ini pulang naik apa? Sama siapa? Pulangnya kemana? Hati-hati ya …” kata kakak ipar saya; ya, kakak ipar saya. Hati saya mak nyes.
Jika saya mengenalnya saat saya berusia 12 tahun; berarti kini setelah 17 tahun, selarik sapaan itu sungguh membikin saya mak nyes.
Dan saya harus berterima kasih pada putaran jarum jam yang bergerak ke kanan dan terus ke kanan.
2010-03-07 » Femi Adi