jauh di mata, dekat di hati
Monday 1 November 2010 - Filed under asupan gizi + cerita bumijo + isu indonesia
mentawai dan merapi, keduanya sama: menyisakan pedih yang mendalam. bukan hanya buat mereka yang kehilangan kerabat mereka, tetapi juga buat Indonesia, termasuk saya, yang hanya bisa melihatnya dari kejauhan.
saya juga punya kerabat yang tinggal di kaki merapi.
mbak jum, mbak surti, mas warji dan keluarganya ada tak jauh dari kaki merapi jogja. dulunya, ia menjahit untuk mbah kakung di rumah. pun mereka menjadi teman bermain saat saya masih kecil. saya paling suka mengitari belasan mesin jahit dan meja besar di ruangan jahit mbah kakung, dan mencandai mereka.terakhir saya menyambangi mereka pada 2007 lalu.
mbak ning, adik ibu yang paling bontot; juga tinggal di kaki merapi muntilan. mbah putri dan mbah kakung, mertua mbak ning, begitu baiknya pada keluarga saya. kesederhanaannya, pengertiannya, keterbukaannya, tak menutupi pengetahuan yang dimilikinya yang seringkali melampaui kebanyakan orang kota. terakhir saya menyambangi mereka tahun 2009 lalu.
paimun, kolega saya di atmajaya dulu, juga tinggal tak jauh dari merapi. “semalam hujan kerikil, fem …” katanya, sehari usai merapi meletus pekan lalu. pisuhannya muntah begitu saja tanpa henti saat saya dan sejumlah kolega saya yang lain lalai menanyakan kabarnya, namun justru mencermati bagaimana kabar anjing-anjingnya.
mereka jauh di mata, dekat di hati.
tak banyak yang bisa saya lakukan disini; termasuk menyambangi mereka saat ini. sedihnya.
2010-11-01 » Femi Adi