Content

when writing the story of your life, don't let anyone else hold the pen

naik kereta api tut tut tut …

Monday 20 December 2004 - Filed under cerita bumijo + cerita pjka + friends from heaven + plesiran

pulang, ketemu ayah

“Naik kereta api tut tut tut … siapa hendak turut …”

gerbong yang biasanya banyak, kemarin menjadi lebih sedikit. Kereta ekspress progo melaju dengan kencang ke arah jakarta. siapa yang peduli ini krerta ekonomi atau bisnis? yang penting sampai di jakarta dengan selamat. Faktor kelelahan, kesehatan, kebersihan, menjadi hal yang diabaikan disini.

menyesal? Tidak. Aku hanya geli dengan diriku sendiri. Aku kini sedang mempelajari bagaimana perilaku orang-orang yang mengendarai angkutan ini. cukup unik, ternyata. Seperti yang kamu lihat, orang-orang itu akan saling berjabat tangan dengan sesamanya ketika bertemu. Jabatan tangan itu rasanya hhangat, bersahabat, merasa senasib, whatever lah. padahal, baru jumat malam lalu mereka bertemu dan berjabat tangan pula. Ada gurauan dan canda pada setiap kesempatan mereka bertemu, entah itu olok-olokan mengenai kereta bapuk ini, juga mengenai habbit mereka di dalam kereta saat kereta itu melaju.

Kursi sudah dikapling-kapling. Setiap satu orang mengapling untuk beberapa temannya yang akan berangkat dari stasiun kecil lainnya. Semuanya sudah saling tahu sama tahu, makanya ga ada yang main sabotase dengan kasar. Ga jarang aku kena gusur. Dari satu bangku ke bangku lain … harus menggotong barang bawaan. Makanya, ga boleh banyak-banyak bawa barang, supaya ga kerepotan. Harus mengalah dengan orang yang beli tiket, dan msti toleran dengan sesama yang ga beli tiket.

di stasiun kecil yang berhenti, misalnya di sentolo atau wates, selalu ‘ngadhang’ temannya di stasiun kecil itu, menyapa hangat dari dalam kereta, berteriak melalui jendela yang sempit. “Ayo bali jakarta …” atau “Kebak … kebak … lungguh ngisor” atau “Kang, nang kene, gerbong ngarep dhewe!” rasanya gerbong ini seperti diserbu pasukan dari negeri antah berantah … di dalam kereta, saling bersalaman lagi, bertegur sapa lagi. di luar kereta, anak dan istri melambaikan salam perpisahan untuk sang ayah yang mengadu nasib di kota besar seperti di jakarta.

“biaya sekolah di jakarta tinggi, ga mungkin saya bawa anak saya sekolah di jakarta,” ujar seorang penumpang. “istri lebih mantep bekerja di jogja, saya kan ga bisa maksa. Konsekuensinya, saya ya yang haus bolak-balik jakarta-jogja setiap weekend” ujar seorang lain.

itu namanya pengorbanan.

kereta terus melaju. Penjaja berdatangan dengan cara iklan yang berbeda. “Dicari pembeli nasi bungkus … 3000 rupiah saja!” teriak penjual nasi bungkus dengan pede-nya, bak iklan lowongan di KOMPAS yang full page. “Ojo ngombe aqua … ojo ngombe aqua …” ujar penjaja lain yang menawarkan dagangan aqua botolnya. Antik juga bentuk advertisement nya.

kursi tidak cukup nyaman untuk tidur dan bersandar. seat ada yang ber-3 dan ber-2. Asik juga kalau lagi pacaran dan berdempet-dempetan disini. tapi cukup gerah bagi yang sekadar menjadikan kereta sebagai armada angkut untuk ke jakarta atau ke jogja. Alhasil, harus ada koran beberapa lembar untuk sekadar meletakkan badan di lantai gerbong.

Lantainya tidak begitu bersih, malah tampak kusam dan kotor. Abaikan itu, karena badan membutuhkan tempat untuk ber-rebah sejenak. Beberapa teman sudah siap dengan bantal kecil yang selalu dibawa kemana-mana, juga selembar karpet tipis berukuran 1,5 meter x 1 meter. Dengan demikian, punggung akan terasa lebih hangat dengan alas karpet tipis itu. aku pun ikut latah beli bantal kecil, sebagai investasi perjalananku ke jogja-jakarta PP setiap minggu. Huehehehe …

di gerbong, ada langganan penjaja nasi bungkus yang menjadi idola teman-teman. entah siapa nmanya. Klau dari jakarta, seorang perempuan yang menakar nasi dan lauk secara terpisah. Kalau dari jakarta, seorang laki-laki yang sudah membungkus nasinya yang hangat, plus ayam goreng dan bungkusan oseng yang nikmat. Satu bungkus, Rp 3000.

kalau untung, gerbong akan sedikit kosong. Artinya, tidak banyak yang melakukan perjalanan ke jogja atau ke jakarta. artinya lagi, badan bisa direbahkan di kursi, tanpa ada rasa kuatir akan digusur, atau dituding tidak toleransi dengan sesama orang yang ga beli tiket. aku pernah merasakan tidur di kolong kursi. Gelap, pengap dan rasanya sumpek banget tapi bisa meluruskan kaki dengan nyaman. Kalau beruntung, kaki tidak akan kena tendang penjaja makanan yang berlalu lalang di sepanjang gerbong. tidur di kursi yang ber-seat 3 orang pun pernah, cukup lega juga. juga tidur di kursi yang ber-seat 2 orang, nah, ini badan harus dilipat-lipat karena space nya terlalu sempit.

Kalau lokomotif mogok, atau ada kerusakan di kereta, mesti sabar dan legowo. Maklum, kereta murah berkelas ekonomi, fasilitas dan daya lajunya juga terbatas to. kalau tidak sabar, jika ada kereta lain, bisa juga pindah ke kereta lain. aku pernah mengangkut barangku dari kereta progo ke logawa dalam perjalanan pulang ke jogja.

begitulah. Tidak jarang aku mendapati punggung ku patah-patah … tapi aku senang berada di jogja, bertemu dengan ayah, dan bertemu denganmu.


Tagged: » » » » »

2004-12-20  »  Femi Adi