Content

when writing the story of your life, don't let anyone else hold the pen

sepatu merah

Wednesday 23 February 2005 - Filed under cerita bumijo

dua sepatu saya berwarna merah.

satu mereknya reebok, satunya lagi mereknya bakers. yang terakhir, pemberian esti, kakak saya. saya suka sepatu berwarna merah. sementara teman-teman saya nggak pede pakai sepatu merah dan memilih sepatu putih, hitam atau coklat, saya malah sebaliknya. kalau nggak pake sepatu warnanya merah, rasanya jalan ini nggak mantab. wakakaka

“aduh fem … aku malah nggak pede jalan pake sepatu murah. rasanya aneh aja, dan semua orang ngeliatin!”begitu kata agnes. wah, justru magnetnya ada pada warna yang kinclong itu!

yang reebok itu kets. saya suka. empuk, ringan dan warna ngjrengnya itu lebih-lebih bikin saya kesengsem. buat lari enak banget, soalnya empuk. buat jalan, apalagi, enteng! kalau hujan, air dengan mudah masuk hingga ke dalam sepatu. lucunya, meski basah, cepet garing juga.

pakai baju warna apapun dengan bahan apapun, tetep aja sepatu saya warnanya merah. hanya aja kalau pake trousers kain, ya sepatunya pantofel lah yawww …

saya sayang banget sama sepatu kets itu. bukan hanya karena warna merahnya, tetapi juga karena emang sayang banget sama sepatu itu.

yang bakers, baru saya pake hari ini. empuk dan bisa disetel longgar tidaknya kaki bisa bernapas di dalam cekikan sepatu. uh, enak banget! sepatu itu kembar dengan milik esti. bedanya, warna sepatu esti coklat, dan milik saya merah.

sepatu yang ini ga bisa dibawa lari. sebenernya sih bisa. cuman kayaknya bukan stelannya buat lari. casual shoes, dan nyaman banget. hingga saya memiliki sepatu merah kedua ini, saya belum berminat mengenakan sepatu pantofel dirumah, atau beli baru lagi. yang ini aja dah. cukup mewakili hati dan pribadi saya. cailaaahhh …

***
saya ingat foto di masa kecil saya. foto itu diambil bersama ibu dan esti, kakak saya. saat itu kami masih kecil-kecil. uh, masih imut deh pokoknya. saya mengenakan seaptu merah. saat di foto, saya nggak ngeliat si fotografer yang tak lain dan tak bukan adalah ayah saya sendiri. saya malah memperhatikan sepatu merah saya. jelas saja, itu sepatu baru.

ibu saya mengamit saya dan esti. esti senyum dengan genitnya, sementara ibu juga begitu. saya enggak. saya memilih menaikkan telapak kaki saya dan bertumpu pada tumit saya. diam-diam, saya memperhatikan sepatu merah itu. menarik!

foto lain juga begitu. ayah mengambil foto saya dan esti. esti masih menebarkan senyum genitnya. sedangkan kedua tangan saya memegang ujung rok sambil menunduk: memperhatikan sepatu merah saya yang lain, yang baru.

sepatu merah. sepatu merah. sepatu merah.

saya pernah dibelikan ayah sepatu sandal di BATA, jalan solo, jogja. saya lupa berapa harganya. yang saya ingat, saya langsung menyabet sepatu itu setelah kaki saya menginjakkan toko itu dan mata saya menabrak sepatu manis berwarna merah di etalase sepatu.

begitulah. ketika ada kesempatan untuk mengenakan merah, nentu saja tidak saya lewatkan begitu saja. ketika bertumbuh, saya sempat kehilangan kesempatan ini. maklum, sekolah hanya memperbolehkan memakai sepatu hitam atau putih saja. selebihnya, tidak.

***

“pernah tahu cerita tentang sepatu merah?” tanya fin suatu hari. aku hanya menggeleng. dia kemudian cerita tentang seorang gadis kecil yang ngotot minta dibelikan sepatu merah pada ayahnya. ia adalah gadis yang menyebalkan. sampai suatu hari si ayah punya rejeki yang cukup untuk membeli sepatu merah untuk si kecil. ketika sepatu sudah diangkut dari toko ke rumahnya, si gadis kecil pun mencoba. sayangnya, setlah kedua kakinya ditelan dua sepatu merah itu, dia pun mengambang, terbang.

ia terbang, terbang dan terus terbang. hingga ayahnya tak bisa menemukanny kembali.

fuih.

untung aku tidak menjadi gadis kecil yang menyebalkan itu. yang lebih baik terbang dan menghilang ketimbang menyusahkan si orang tua.

saya masih brpijak kok. lihat, kaki saya kini mengenakan sepatu merah bakers pemberian esti.

Tagged: » » » » » » »

2005-02-23  »  Femi Adi