RIP: Pak Narman
Thursday 19 May 2005 - Filed under friends from heaven
minggu malam lalu, seorang teman mengirim pesan singkat melalui handphone, bahwa pak narman meninggal.
kematian memang bisa datang tiba-tiba. dia datang dan mencerabut nyawa seseorang. tanpa ampun. tapi, mungkin juga itu adalah bagian dari kasihNya. mengejutkan. tapi inilah hidup. bukankah sebuah kehidupan akan komplit jika ia sudah meninggal? lahir-hidup-meninggal, bukankah begitu alur manusia?
namanya pak narman, lengkapnya soenarman. entah, usianya sudah berapa puluh tahun. mungkin sekitar 50-an tahun, atau mendekati 60. rambutnya putih bak benang perak yang tertancap rapih di kepalanya. ia sengaja tak pernah mengecatnya. “biar, begini saja. irit, dan alami,” katanya beberapa tahun yang lalu, saat aku mulai dekat mengenal beliau.
geger politik tahun 1965, pak narman dibuikan. ‘jatah’nya, kalau tidak salah ingat, ada di nusakambangan. lekat di wajahnya, trauma politik dan keinginan untuk menuntut haknya yang hilang beberapa tahun lantaran stempel merah yang ia sandang. namun pengetahuan politiknya tidak cetek. kendati dimakan usia, ia selalu mengupdate berita terbaru. ia rajin mengkliping berita-berita yang kira-kira bisa membantu mendukung pikiran kritisnya. soal soeharto, soal pemulihan hak sipil, soal rekonsiliasi, soal pemerintahan terkini …
pak narman terbilang ‘ngotot’ untuk semua argumentasi yang diungkapkannya. kadang rasional, kadang sebaliknya. meskipun kadang membuat kesal karena urat ngototnya semakin menegang, tentu saja, semua ada permafhumannya.
“pak narman sudah 2 bulan ini sesak napas. awalnya dianggap biasa saja. baru belakangan dibawa ke rumah sakit panti rapih, tapi sayangnya nggak ketolong,” kata ayah saya.
oh, jadi beliau sakit.
terakhir bertemu dengan beliau, pertengahan tahun 2003, menjelang keberangkatan saya ke Jakarta. saat itu, motor butut honda CD nya masih setia dengannya. dengan armada itulah pak narman mobile, aktif di organisasi politik bahkan organisasi gereja. salah satu katolik-komunis yang saya kenal, adalah beliau.
tak tahu bagaimana keluarganya saat ini bertopang. istrinya tidak bekerja, sementara anak-anaknya masih harus bersekolah. ah, Tuhan kan tidak tidur. disana, Ia pasti menjaga, menjaga istri dan anak-anaknya, juga menjaga pak narman yang pulang dengan damai, dengan balutan kasihNya yang tak pernah usai.
semoga bahagia di alam yang baru. +RIP: 15 mei 2005
2005-05-19 » Femi Adi