nasib jongos
Wednesday 18 January 2006 - Filed under kubikel
Saya letih.
Hari ini punya segudang janji dengan banyak orang. Bertemu dengan sumber ini. Lalu bertemu dengan sumber yang lain. dan bertemu dengan yang lainnya lagi. sampai kantor, saya juga punya serentetan orang yang harus saya telpon untuk saya minta konfirmasi soal berita yang hendak saya tulis. Juga, saya masih harus bersurat melalui email, sekaligus mengecek jawaban tertulis dari narasumber yang sedang miles away.
O iya, juga ada beberapa surat yang berisi pertanyaan yang harus saya kirim melalui fax ke beberapa narasumber. Mereka nggak cukup diloby dengan bahasa omongan aja. Tetapi saya harus mengirimkan surat yang isinya daftar pertanyaan yang hendak saya tanyakan. Mungkin mereka kuatir nanti slip of the tongue. Sutra lah. saya harus mengetiknya dengan rapi, sopan, membubuhinya dengan stempel redaksi dan tanda ‘urgent’.
Tak cukup itu, saya juga punya beberapa kaset yang harus saya transkrip atau pindahkan. isi kaset itu adalah hasil dari perbincangan panjang dengan mereka, narasumber yang barusaja saya wawancarai. Ya, saya harus membuat laporan. Bentuknya tanya-jawab. Yang ini, juga menjadi tanggung jawab saya untuk saya tuangkan dalam program msword. Kalau ada yang kurang, saya harus nambahin dikit dengan menelpon mereka. biasanya, kalau sudah bertemu mereka, saya sudah mengantongi nomer ponsel, kantor bahkan nomer rumah mereka. Saya nggak bisa ‘potong pita’ alias korupsi beberapa bagian untuk tidak saya tulis dalam laporan wawancara ini. Soalnya, pasti akan nggak genep.
Belum lagi, bos saya barusan ngasih tambahan kerjaan. Aduh, saya kok merasa waktu saya tight banget. Dulu deadline rabu. Lalu diubah selasa. Sekarang senin. Ini tren global dunia, atau hanya tren lokal di kantor saya saja ya.
Lihat, meja saya berantakan banget. Itu artinya, membutuhkan sedikit sentuhan untuk dirapikan. Mengatur meja sendiri saja nggak bisa. Mengatur kamar juga nggak beres. uwh. Selalu merasa semua barang itu sayang untuk dibuang. Jangan-jangan, saya masih menyimpan upil saya dan ingus saya di bawah meja.
Saya capek. Rindu kasur yang empuk. Rindu sapuan kipas di tubuh saya yang setengah telanjang saat tidur.
Dasar, nasib jongos ya begini ini.
2006-01-18 » Femi Adi