bulir ini menetes kembali
Sunday 25 June 2006 - Filed under cerita bumijo
saya membawa dua karung bunga mawar merah dan putih.
bunga itu untuk ayah dan ibu saya. salib yang terangkai dari mawar putih sudah saya ronce di tanah. di sekitarnya, saya tata merahnya mawar membentuk persegi, menutup sebagian besar permukaan tanah milik ayah. diatasnya saya taburkan melati dan kenanga. tidak, tidak, tak ada kanthil. hanya mawar, melati dan kenanga saja. tak ada kanthil, nanti kemanthil-manthil. dalam hening, mawar merah dan putih saya tata di nisan ibu. disana, sudah tercetak lubang berbentuk salib. “dengan orang yang sudah meninggal, kita hanya bisa berkirim doa dan menabur bunga saja,” ujar kakak saya, sesaat setelah ibu meninggal, 6 tahun silam.
buncah bahagia belakangan hadir, setiap kali saya menengok ayah dan ibu di rumh mereka. rasanya seperti berada di rumah sendiri. bersama mereka. berbagi cerita. pada mereka saya bercerita soal pekerjaan saya belakangan. juga soal lelahnya mengurus ini dan itu di rumah. saya juga mengadu pada ayah soal menggembungnya plastik sampah dari gudang buku di kamar kecil. saya tahu, bulir air mata ini perlahan jatuh.
ayah dan ibu tetap tinggal di rumah, ya. menjagai rumah agar tak mencuri lihat bunga mawar merah yang saya tata diatas piring batu buat kalian. juga, menanti si bungsu pulang di ujung minggu. lihat, si bungsu mulai membiasakan diri memberesi rumah … ehm, pekerjaan yang selama ini selalu ayah lakukan. o iya, terimakasih ya ayah, sudah menjemput fajar di hari minggu untuk saya. sepertinya ayah masih tahu kebiasaan anak bungsunya yang selalu minta dibangunkan lebih awal saat hari sabat tiba.
hanya bisik kecil padaNya saya utarakan, semoga ayah dan ibu bahagia di rumahnya yang baru.
(ps: ayah, perutmu tak kembung lagi kan? sudah minum teh kan? saya tahu, Dia sudah membebaskanmu dari rasa sakit. selamat berjumpa kembali dengan ibu!)
2006-06-25 » femi adi soempeno