mengintip merapi
Sunday 25 June 2006 - Filed under cerita bumijo + isu indonesia
semalam saya melihat merapi melelehkan lahar panasnya.
betapa gagahnya merapi. gunung vulkanik ini selalu mengeluarkan awan panas ratusan kali dalam bilangan hari jika aktivitasnya memuncak, karena longsornya kubah lava baru dengan volume besar. nah, jika pasokan magma dari perut gunung ke puncak mulai menurun, dan energi desakannya ke atas juga semakin berkurang, gunung api di perbatasan wilayah jawa tengah dan DIY ini akan meredakan aktivitasnya. jika kondisi kubah lava baru di puncaknya semakin stabil dan tidak mudah longsor, gunung yang saat ini tingginya sekitar 2.965 meter di atas permukaan laut (mdpl) itu, secara berangsur-angsur akan kembali ke “aktif normal”.
selain memiliki kantong magma Gunung MerapiĀ diketahui memiliki dapur magma pada kedalaman sekitar 6.000 meter di dalam perut bumi. Magma yang akan mengalir ke atas menuju kantong magma melalui pipa saluran yang ada akan menimbulkan gempa yang dikriteriakan sebagai gempa vulkanik dalam (VTA). selama periode letusan 1961, sebanyak 42,4 juta meter kubik material vulkanik telah dikeluarkan oleh gunung tersebut. rangkaian letusan Merapi pada 1961 cukup panjang, yaitu selama sekitar satu bulan. selama fase itu terjadi dua kali letusan besar, yakni pada 20 April dan 8 Mei. letusan tersebut mengeluarkan lava pijar yang berimbas sampai jarak 12 KM dari pusat letusan melalui aliran suangai yang biasa dilaluinya.
saya beruntung, saya tak berada di kali boyong untuk menyaksikan itu semua. disana, riuh-rendah orang-orang menyaksikan merapi yang gagah memuntahkan lahar merah dari dalam perutnya. di kali boyong itu, pasti rasanya tak ‘sakral’ lagi. tengok saja, orang-orang hiruk-pikuk menunjuk ke arah utara. sementara, transaski ekonomi juga terus terjadi di sana. antara si penjual ronde dengan pembeli. antara pedagang teh anget dengan pembeli.
semalam, saya mengintip dan membaui lahar panas itu dari merapi golf. iya, tak jauh dari kali boyong. tapi lihat siapa yang ada di sana. tak riuh. tak ramai. hanya dua mobil saja yang terparkir sempurna, menantang merapi. radip panggil antara petugas satlak sesekali terdengar, mengabarkan pada saya soal pijar kemerahan itu. saya mencuri dengar.
saya datang bersama dua teman. bercengkerama dalam kegelapan. menakar nostalgia sembari bercanda. tentang seorang ibu yang kembali menangis tempo hari karena teringat bagaimana ia dulu menjinjing sepasang sepatu dalam kegelapan di kabut abu tebal merapi 1961. si ibu yang dulu masih kecil ini berjalan sepanjang 7 km dari muntilan menuju srumbung, mencari ayah dan ibunya. tentang wedhus gembel yang mengejar di gulita malam. tentang dingin kaki merapi yang tak tergantikan.
hmmh … rasa syukur saya atas semua ini tak pernah berkurang. terima kasih untuk membawa saya ke sana dan menghabiskan separuh malam menantang merapi.
2006-06-25 » femi adi soempeno
26 June 2008 @ 7:34 am
Merapi……. ehm….merapi itu indah, tapi ganas… Kalau ingat merapi, ingat jaman gw SMA kala merapi meletus…, ngumpulin sumbangan, dan abunya sampai ke kampungku… terus dengerin lagu Merapinya Katon Bagaskara jadi gimanaaaaaaaa gitu…