Content

when writing the story of your life, don't let anyone else hold the pen

Sate Lembut

Tuesday 19 December 2006 - Filed under friends from heaven + kubikel + kuliner

satu temu janji dibikin dengan umar, beberapa waktu lalu.

saya ingin menjajal sate lembut yang barusaja ditulisnya di koran dari pabrik ini. soalnya, ceritanya yang meledak-ledak membuat lidah saya tiba-tiba meleleh ngiler. sate lembut ini sate betawi yang terbuat dari daging sapi. sate ini dibikin oleh Atikah yang membuka kedai di kawasan Tanahabang, Jakarta Pusat.

kedai milik Atikah ini sederhana saja, dan menempati bagian muka rumahnya. Ia hanya menyediakan empat meja, dengan sekitar lima belas kursi. Jika kedai sangat penuh, Atikah biasa mempersilakan sang tamu masuk dan duduk di dalam rumahnya. Di situ, ia sudah siap dengan satu meja makan plus enam buah kursi.

Biasanya, tamu terpaksa duduk di dalam saat jam makan siang. Atikah pun jadi sangat sibuk melayani tamu. “Resminya, sih, kita buka sampai jam lima sore, tapi biasanya jam dua sudah habis,” kata Dina Merlina, anak Atikah yang ikut membantu di kedainya.

Menu di sini yang sangat cepat habis adalah sate lembut. Saban hari Atikah hanya membuat sate lembut dari 3 kg daging. Semua bahan itu menjadi sekitar 300 tusuk sate lembut. Atikah menyadari jika sate lembutnya banyak dicari orang. Tapi, ia tak berdaya untuk menambah kapasitas satenya. “Waktu untuk bikinnya enggak ada, enggak kepegang. Bikin sate lembut susah, bisa tiga jam sendiri,” ujar Atikah

Menggigit sesuap sate lembut memang unik. Rasanya tidak melulu daging, lantaran ada serat parutan kelapa di sela-selanya. Tambah lagi, bumbu dapur yang dominan seolah malah menguburkan rasa daging sapi yang sebenarnya. Wajar saja kalau Atikah harus meluangkan waktu berjam-jam untuk mewujudkan sate lembut ini.

Menurut Atikah, ia membeli daging sapi yang sudah dicincang dari pasar. Sampai rumah, daging cincang tadi masih ditumbuk lagi biar lebih lembut. Ia enggan menghaluskan dengan blender, kendati proses itu lebih cepat. “Kalau diblender harus pakai air. Itu bikin kurang sedep. Saya pakai cara dulu aja,” kilahnya.

Setelah itu, daging lembut tersebut dimasak setengah matang dan dicampur dengan bumbu. Atikah bilang, ia mencampurkan kelapa tua yang disangrai dan gula merah. Kemudian, daging lembut plus bumbu itu dililitkan di tusukan bambu yang lebar. Pekerjaan merekatkan daging ini, kata Atikah, butuh keahlian khusus. “Yang tidak biasa bisa lama ngerjain-nya dan enggak rapi,” ucapnya. sate lembut siap saji itu masih harus dibakar lagi, jika ada pemesan.

Nah, menyantap sate lembut ini ada caranya. Lazimnya, sih, sate lembut dimakan bersama laksa betawi. “Kalau orang dulu, makan sate lembut dengan laksa betawi,” katanya. Jangan khawatir, ia menyediakan laksa betawi di kedainya.

Laksa betawi berisi bihun, telur, perkedel, daun kemangi, dan daun kucai. Kuahnya yang kuning bersantan menyembunyikan irisan ketupat dan emping melinjo di dalamnya. Harga laksanya Rp 8.000 seporsi. Pelanggan setia selalu memesan sate lembut plus laksa; sedangkan orang yang baru sekali dua kali datang biasanya memesan sate lembut dan nasi.

Selain sate lembut, sebenarnya ada sate lain khas Betawi yang ada di rumah makan Ibu Atikah. Namanya sate manis. Meski sama-sama berasal dari daging sapi, sate manis lebih berserat karena tidak dibuat halus. “Sate manis ini dagingnya hanya diiris. Bumbunya sama, tapi dagingnya agak basah,” kata Atikah.

atikah adalah generasi kelima yang mengelola kedai sate lembut ini. “Bapak saya, Haji Adun, dan ibu saya, Hajjah Romlah, berdagang sate tahun 1948,” katanya. Mewarisi dari orang tuanya, ayah ibu Atikah membuka warung sate di depan Masjid Al Makmur, Tanahabang. Mereka berdagang dari sore sampai hampir azan subuh. Lama-kelamaan, mereka bisa membangun kedai permanen dan mulai berdagang dari jam 10 pagi sampai sore. “Kalau siang, waktu jualannya kan lebih lama,” ujar Atikah menirukan sang ibu, dulu.

Pada tahun 1980, warung sate itu terkena pelebaran jalan, sehingga mereka pindah ke Kebon Kacang IV. Kedai tersebut lantas diteruskan oleh Atikah, yang sejak kecil sudah membantu ayah ibunya di warung. Setelah lulus SMA, sebenarnya Atikah melamar menjadi pegawai negeri di Pemda DKI. Ia lulus tes dan diterima. Tapi, niatnya menjadi pegawai negeri dihalangi ibunya. “Ibu saya melarang. Saya diminta membantu dagang saja,” kenangnya.

Nah, tahun 1994 kedai Atikah di Kebon Kacang IV kembali tergusur pelebaran jalan. Ia lantas memboyong kedainya ke Kebon Kacang V. Lantaran sering berpindah lokasi, ada pelanggan yang mengira keluarga Atikah sudah berhenti berjualan sate lembut. Begitu si pelanggan tahu lokasi terbaru, ia langsung saja menuju ke sana. “Ia bawa keluarganya, lengkap,” kata Atikah. Ada pula pelanggan turun-temurun, dari kakek-kakek yang membawa cucunya menyantap makanan favoritnya: sate lembut khas Betawi.

RM Betawi “Ibu Atikah”
Jl. Kebon Kacang V No. 29, Tanahabang, Jakarta
Telp. (021) 3160548

(80% tulisan diambil dari KONTAN)

2006-12-19  »  femi adi soempeno