teman baik
Friday 28 September 2007 - Filed under cerita cinta + friends from heaven
teman baik.
apa yang ada di kepala kalian bila mendengar sepasang kata ini?
cerita pertama, sebuah gelap telah mengantarkan saya pada kemarahan kecil. obrolan dengan seorang teman membikin saya murka. “ueh … gue jadi pengen marah ni. perempuan ini menganggap doi temen baik? sedangkan doi sangat berharap si perempuan ini menjadi pacarnya! sampe-sampe gue yang temen baiknya aja rela dia tinggalin buat si perempuan ini!!”
kemarahan ini bukan tanpa alasan. bertahun-tahun saya membikin jejalin pertemanan ini menjadi indah, dan kian indah. menjadi baik dan kian baik. menjadi sederhana dan kian sederhana. menjadi bermakna dan kian bermakna. dan dalam sekedipan mata dan sibakan anak rambut yang menutupi kuping, semuanya menjadi tidak indah, tidak baik, tidak sederhana, dan tidak bermakna. dus, pertemanan baik ini menjadi habis.
cerita lain, perjumpaan dengan teman lama membikin saya sangat excited. hati saya bersorak kegirangan. aih, akhirnya saya berjumpa kembali dengannya, seorang teman baik yang bertahun-tahun lamanya bersembunyi. dan di awal perjumpaan, semprotan itu membuat saya nyaris membisu. bahkan, seketika hati saya membatu. “… gaji wartawan kan kecil …” teriaknya dengan nada mengejek. setidaknya, kuping saya menangkap ejekan yang keluar dari bibir tebalnya.
tapi ini pekerjaan saya. biar gajinya kecil, ini pekerjaan yang saya impikan sejak saya berusia 12 tahun. apa yang lebih indah ketimbang sebuah cita-cita di masa kanak-kanak yang akhirnya kesampaian? tidak ada. lebih dari itu, ini adalah buah usaha selama belasan tahun. rasanya ingin berteriak di kupingnya. “saat lo main ke mall dan belanja-belanji, gue belajar menulis dan belajar menjadi berarti bagi orang lain!” sesudahnya, saya tidak pernah menghubunginya kembali.
itu hanya dua cerita. selebihnya, banyak. mengingat keduanya, rasanya ingin menangis. rasanya ingin mengadu pada ayah.
serorang teman yang saya pinjam bahunya untuk menangis kemudian menghibur saya. “bisa jadi fem, mereka nggak tahu bahwa yang mereka lakukan itu sudah menyakiti orang lain …”
bisa jadi iya, tetapi bisa juga tidak.
menjadi teman maupun teman baik ternyata tidak mudah. ini adalah kontrak jangka panjang. bisa juga, kontrak mati. komitmen ini bukan hanya untuk setahun, tiga tahun, lima tahun bahkan sepuluh tahun saja. ini untuk selawasnya.
saya jadi ingat tebakan shanty saat membaca garis tangan kiri saya. ” … lo sering dikhianati temen lo ya? mm … temen-temen lo banyak yang menusuk dari belakang ya …”
heroik, saya selalu mencoba untuk tegar. berpura-pura. padahal saya tahu pasti, hati saya rapuh. ingatan saya rusak. saya membutuhkan kontainer yang begitu banyak dan begitu tebal untuk bisa menggudangkan ingatan saya tentang masa-masa pertemanan saat itu. untuk membuang jenuh dan kesal saat menjadi teman yang ditusuk dari belakang. untuk bisa melepaskan kemelekatan atas sebuah pertemanan.
dan saya punya kontainer itu. saya punya kontainer yang begitu banyak. pertama, ayah dan ibu yang menjadi buangan pertama setiap rasa sebal. di kuburan. di rumahnya. kedua, abang yang meminjamkan bahu dan telinganya, dan memberikan waktu yang begitu banyak bagi saya. ketiga, teman lain yang bersedia mendentingkan gelas bir maupun wine. keempat, dan juga, halaman putih ini.
saya capek mengganti surat kontrak. ini bukan surat kontrak sewa rumah yang dibayar tahunan. ini adalah kontrak sebuah pertemanan yang berlaku selawasnya. tapi bila umjurnya hanya mencapai empat tahun atau delapan tahun, saya mau bilang apa lagi.
teman baik. ada di mana kamu? mm … hayo, jangan bersembunyi di balik halaman putih ini dong.
“teman baik …” sungguh terdengar indah, seindah kepakan burung gereja di tengah sarangnya. tapi nyatanya teman baik bisa menusuk dari belakang. teman baik bisa membunuh. teman baik bisa tersingikirkan karena sengaja disingkirkan.
teman terbaik … tetap halaman putih ini.
2007-09-28 » Femi Adi
29 September 2007 @ 2:11 pm
teman?
hemm.. sepertinya mbahmu ini musti komen puanjjaanngg menyoal ‘teman’..
bagi mbahmu ini, ‘teman’ itu ‘tidak pernah ada’, yang ada adalah ‘seseorang yang dikenal dalam beberapa titik perjalanan saja’.. terkadang mereka muncul, tapi sering pula mereka pergi tak berjejak.
di lain waktu mungkin akan saling mengenal kembali atau mungkin juga sebaliknya… tidak saling mengenal lagi. siapa yang tahu?
wis to.. ‘nothing to loose’ wae, ngger..
29 September 2007 @ 6:18 pm
haduh.. untung tulisan ini bukan menceritakan gw kan fe.. hehehehehe….
ah fe.. sini sini *hugh*