rasa terima kasih
Thursday 14 August 2008 - Filed under friends from heaven + kubikel
suatu hari saya berjanji pada seorang redaktur senior untuk menulis berita.
dan saya menulisnya, setelah hampir dua minggu tertunda. tentang perjalanan kecil ke luar kota. tentang peputaran uang di kawasan tersebut. ya, saya menulisnya.
saya berkabar padanya, tulisan sudah selesai. sudah masuk, malah. dan tidak ada tanggapan. hingga tulisan itu muncul, juga tak ada tanggapan. kurang ini, kurang itu.
bahkan rasa terima kasih.
ah, apa sulit mengucapkan terima kasih. atau, bahkan hanya sekadar berbalas kabar, “udah aku terima.” juga tidak. bisu.
mungkin saya yang terlalu berharap banyak. mungkin tulisan saya memang tak sebanding dengan rasa terima kasih yang bakal ia muntahkan dari mulutnya.
tapi saya tahu pasti, saya tak akan pernah menyumbang tulisan untuknya lagi. sumpah.
image courtesy: bloomberg
2008-08-14 » Femi Adi
15 September 2008 @ 3:11 pm
Kalau itu yang kau inginkan, meski terlambat, aku rela membagi utangan terima kasihku sebanyak yang kau butuhkan. Maaf, jika aku tahu hati dan maumu dari awal, aku akan tunjukkan bahwa aku tak pelit dengan ungkapan itu. Maaf. Aku menghargai tinggi kontribusi dan kualitas tulisanmu dengan tanpa harus mengomentari.
Hari itu, sebelum naskah kau masukkan, lembaran rapat perencanaan berbicara lain. Aku butuh waktu untuk meyakinkan bosku bahwa tulisanmu bisa menggeser perencanaan rapat. Kalau kau sempat melacak, tulisanmu malah sempat kucabut. Tapi akhirnya bos sependapat dengan aku.
Jujur saja, sebelum kamu mulai bersumpah, aku lebih dulu telah bersumpah tak akan menagih janji tulisanmu lebih dari dua kali. Aku lupa, apa sempat juga terpikir tak akan meminta tulisan darimu. Dalam hal ini, aku yakin, masih cukup waras. Bagiku, janji tak perlu ditagih. Cukup dibuktikan.
Sekali, terima kasih, Fem. Maaf jika ini sudah terlalu busuk bagimu.