mencoba sate kuda
Sunday 15 February 2009 - Filed under cerita bumijo + friends from heaven + kegemaran
saya selalu penasaran dengan mencicipi sate kuda. dan akhirnya, kesampaian juga saya makan sate kuda. cihuy!
awalnya adalah kondisi yang serba nanggung jika mencari asupan energi di tegalrejo, atau pulang ke bumijo, sementara saya masih harus mengambil cetak stiker di seberang UKDW. alhasil, saya memberanikan diri untuk menyambangi warung sate kuda di barat jembatan gondolayu. letaknya persis sebelah-menyebelah dengan rumah makan tio-ciu.
awalnya sih, rasanya deg-degan. sampai-sampai saya mengirimkan pesan pada ‘beib’ saya bahwa saya sedang deg-degan menunggu bakaran sate kuda oleh pak maryadi. wah, tapi perasaan saya juga tak karuan saat itu. tak pernah saya membayangkan binatang selucu kuda, yang juga diidolakan oleh capres prabowo subianto dari partai gerindra, bakal tercuil dan masuk ke perut saya. awh!
tapi, yah, nyatanya saya tak pernah sabar untuk menikmati ‘saat pertama’. dan, saat pertama ini selalu membuat jantung saya berdegup lebih kencang dari biasanya.
saya terus memperhatikan mas maryadi, si empunya warung yang terus membakar sate buat saya. sesekali, ia mencelupkan sate dari atas panggangan ke dalam piring yang berisi kecap encer. yah, terlihat seperti kecap namun encer. bukan hanya sekali saja, tapi juga bolak-balik. bukan hanya di satu piring saja, tapi tiga piring berisi kuah kecap!
“monggo mbak … ” kata mas maryadi, yang mewarisi warung orang tuanya. sepiring nasi putih dan lima tusuk sate kuda sudah ada di depan saya. masih telanjang tanpa kecap dan sambal, saya langsung menyabet satu tusuk.
saya perhatikan, irisan dagingnya tak terlalu tebal. tak setebal daging babi yang biasa saya makan di warung milik robi di kawasan pecinan Ketandan. tapi, oke lah. barangkali memang seperti ini takaran pas untuk sate kuda.
gigitan pertama, terasa empuk dan kenyal. tak terasa alotnya seperti banyak orang bilang. sungguh daging kuda ini terbilang ramah dengan gigi. saat gigitan kedua, rasa gurih daging kuda dan manis dari kecap plus butiran cabe sangat kompak berkolaborasi di dalam mulut. ya ampun, kenapa tidak dari dulu saya makan sate kuda ini???
baiknya memang tak banyak-banyak mengguyurkan kecap kental dengan butiran cabe dari wadah sambal di warung ini. yah, secukupnya saja. pasalnya, rasa asli daging kuda bakal ‘hilang’ dari tusukannya.
saya menikmatinya. hanya saja, lima tusuk sate kuda yang sepertinya tak terlalu sebanding dengan banyaknya nasi yang ada. mestinya delapan tusuk, rasanya pas untuk porsi nasi yang begitu besar ini. atau, nasinya dikurangi sedikit saja, bakalan pas dengan lima tusuk sate ini.
ini bukan sate babi, bukan sate kambing, bukan sate sapi, bukan sate ayam. tapi sate kuda. lezat.
mas maryadi bilang, ia sudah mulai menjual sate kuda sejak tahun 1997, mewarisi warung ibunya. bahkan, dulu ibunya sempat berjualan nasi rames. “sekarang nggak ada tenaga buat nge-rames, jadi ya sate kuda saja,” katanya.
menurutnya, daging kuda ini berasal dari sumbawa, dari kuda yang sengaja diternakkan. maryadi mengambil daging ini dari plered. “kalau daging kuda yang untuk kuda pacu, atau kuda bekerja, kuda narik andong … itu tidak halal. nah, kalau yang kuda memang diternakkan begini halal,” tukasnya.
minggu ini saya mau makan sate kuda lagi. ada yang mau ikut?
2009-02-15 » Femi Adi
2 March 2009 @ 8:53 am
woooo si jeng satu ini bikin orang ngiler pagi pagi gini