Content

when writing the story of your life, don't let anyone else hold the pen

kuda lumping

Sunday 27 September 2009 - Filed under friends from heaven + media + ragam cuatan

“hayo, hewan apa yang kelaminnya di pungung?” tanya awi, sahabat saya.

menuding saya, saya pun menggeleng. dan menuding yang lain, tebakannya pun keliru. bukan penyu, burung yang tengah memarkirkan tubuh diatas punggung kerbau.

“kuda lumping,” katanya. saya masih agak enggak ngeh. kuda lumping. tawa saya hambar. membayangkannya pun susah. kuda lumping adalah kuda dari bilah bambu yang dironce sehingga berbentuk kuda. dengan rambut di bagian atas kepala kuda lumping terbuat dari rafia, si kuda pun terlihat genit.

owh!

dan saya menjadi ngeh. kelamin si penunggang itulah yang ada di punggung kuda lumping. tak heran ada kelamin di punggung kuda lumping. ah, sialan.

dan semalaman, saya tidak bisa mandek mengurai gelak. ya, kuda lumping punya kelamin di punggung. sialan.

kalau pernah sebentar mengintip buku roup band Naif yang diterbitkan oleh bukune, Kenapa kuda lumping makan beling?; judul buku ini pun menjadi seloroh yang meninggalkan gelak. jawabannya pun sederhana:

dari dulu yang namanya kuda lumping pasti makan beling. kalau makannya pizza namanya kuda tajir. untungnya si kuda lumping itu masih mau dikasih beling, jadinya meliharanya enggak susah deh. coba kalau kuda lumping makannya emping. kalau makan emping bisa-bisa itu kuda lumping keracunan dan kena kolesterol. parahnya lagi dia bisa kena asam urat. kalau udah kena, dia enggak bisa pentas deh. lagian, beling itu sehat kok, bisa dijadiin jus lagi (itu beling atau belimbing ya?). makin bagus kalau kuda lumpingnya makan toge banyak-banyak. siapa tahu itu kuda lumping jadi makin subur dan lama-kelamaan jadi punya banyak anak terus bisa bikin kesebelasan kuda lumping.

saya jadi ingat. waktu saya kecil, saya gemar melihat aksi kuda lumping ini di pelataran tetangga. lapangan luas. berdebu. berpasir tipis. saya dan beberapa anak-anak lainnya mngerubung lapangan; berdiri tak beraturan di barisan paling depan. sementara itu, sebagian orang dewasa yang lain memilih untuk berdiri di belakang anak-anak kecil. ada yang memegani anak-anaknya. ada juga yang membiarkannya begitu saja.

bersama kuda lumping, pecutan menghentak bumi. keras. mengerikan. sesekali, saya memilih menutup kuping dan otomatis memicingkan mata karena kaget dengan pecutan yang memilukan telinga. selebihnya, aksi pecutan membikin si penari kerasukan. berjingkrak. melompat. berteriak. menjerit. berjoget. bergulung-guling. gong, kenong, kendang dan slompret mengiringinya. kerincingan di kaki penari pun menggelitik hati.

dan si penari pun memakan beling. minum bensin atu minyak tanah dan menyemburkannya dalam api yang menyala dalam obor di siang bolong. asap hitam menjejak udara.

ya. budaya ini milik kita.

Ada satu permainan…
Permainan, unik sekali…
Orang naik kuda, tapi kuda bohong….
Namanya kuda lumping…..
Itu kuda lumping, kuda lumping, kuda lumping lompat-lompatan….
(~rhoma irama)

Tagged: » » » » » » »

2009-09-27  »  Femi Adi