Content

when writing the story of your life, don't let anyone else hold the pen

surat nikah dan pertanyaan tentang `empat bulan`

Friday 21 October 2011 - Filed under cerita cidodol residence + friends from heaven

Kami membincangkan tentang surat pernikahan palsu yang dibikin oleh teman saya untuk mengakali aturan kos-kosan yang engga memperbolehkan laki-laki masuk ke kamar perempuan, saat kemudian dia, si ibu,  menunjukkan surat pernikahannya.

Spontan saya bertanya, “Kamu kapan sih menikah waktu itu? Bulan apa ya?”  saya mencoba mengingat, sambil memburu ‘bulan’ di surat pernikahan mereka, dan saya menemukannya, tak lama setelah ia juga menyebutnya: November 1999.

Saat saya mengamati foto suaminya yang masih lugu, kurus Dan belum terkenal di surat pernikahan itu, saya tidak sadar bahwa si kecil, anak semata wayang mereka, menghitung bulan pernikahan ayah dan ibunya dengan bulan kelahirannya. “Empat bulan! Kok bisa cuma empat bulan?” Ujarnya, sontak.

Cep klakep. cangkem saya pun mengatup. saya hanya bisa cengengesan saja. Oops! saya pun jadi salah tingkah sendiri. Ketoke cangkem, ati, karo utekku ki ga cukup peka untuk membaca `anak dibawah umur’ ini.

dia, ibunya, mencoba menjelaskan bahwa si ibu dan si bapak melalui masa muda/remaja yang tak biasa, Dan si kecil pun terlihat mencoba memahaminya, sambil tangannya masih menunjukkan angka empat. OMG! saya mencoba mengalihkan perhatiannya agar makan separo krupuk yang belum habis; tapi dia tetap terus bertanya dengan kelahirannya yang cuma ‘empat bulan’ di kandungan itu. Hahahahaha …

ya, saya lupa kalau si kecildibesarkan oleh dua orang hebat yang saya kenal, yang selalu mengajarkan pemikiran-pemikiran yang terbuka yang harus dibaca sesuai konteksnya tanpa meninggalkan pemahaman ‘anak dibawah umur’.

” … tante, kalo di sekolahku itu anak-anak malah pada bilang f*ck ketimbang jancuk, Dan didiemin sama kepala sekolah. Kalau sama guru, bilang begitu dimarahin, tapi sama kepala sekolah malah engga,” katanya, saat si ibu ada di toilet, usai kami membincangkan ujaran-ujaran ala jawatimuran.

Pada si kecil, saya bertanya, bagaimana anak-anak itu mengenal istilah itu. Darimana.

“Dari lagunya XXXXXXXX (saya tidak ingat nama band yang disebut nya), kan di liriknya ada. Itu anak-anak pada nyanyiin. Tapi diluar itu juga pada ngomong sendiri. Ya yang bilang jancuk itu banyak. Tapi yang bilang f*ck itu juga banyak juga.”

Sesudah ibunya selesai dari toilet, kami tak membincangkannya lagi. Barangkali karena si kecil terus ikutan ke toilet, Dan sesudahnya kami langsung menyambangi kedubes jerman.

Saat memilih lunch, saya meminta si kecil untuk memilih mau makan ikan, ayam, sapi. Minus babi, karena saya belum menemukan resto dengan ada babinya di kawasan senayan. Dan dia memilih sapi.

Di Plasa Senayan, kami duduk Dan memilih menu di De Luca, resto anyar yang baru dibangun belum lama ini. Umur membuat saya memilih salmon; sementara si ibu memilih lasagna. si kecil memilih rib eye wagyu dengan grade daging 8+.

“Wagyu … itu sapinya dipijetin … ” komentarnya. saya rasanya pengen ngakak terguling-guling kayak icon chat di yahoo itu. Pergaulan, perbincangan, bacaan, pasti membawanya berkomentar terhadap kobe-style beef ini. saya tidak pernah membayangkan anak umur sebelas/dua belas tahun akan cukup tahu bedanya wagyu steak dengan non-wagyu steak.

pada si ibu dan si bapak, saya bilang bahwa anak mereka ini sungguh ajaib. Salut buat mereka yang bisa mengajari anak semata wayangnya untuk memahami hal-hal diluar usianya.

Tagged: » » » »

2011-10-21  »  Femi Adi