pak gendut dan pak tono
Thursday 21 October 2004 - Filed under friends from heaven + pal224
namanya pak sarbini. tetapi karena badannya gendut, kami menyapanya dengan ‘pak gendut’. yang satu lagi, namanya pak tono. yang ini cenderung lebih kurusan, dan berkacamata. pak gendut tidak pernah mengenakan kaos oblong kalau bekerja. ia hanya memakai kolor saja, dan tidak pernah mengenakan sandal jepit. berbeda dengan pak tono, ia mengenakan kaos dan celana pendek, dan sandal jepit yang terbuat dari ban. keduanya adalah pembantu di kosku, palmerah utara.
pak gendut tiba di kos-kosan pukul 8.45. pak tono juga. setiap pagi, pak gendut merapikan lorong di kos-kosan kami bagian belakang, menyapu dan mengepel. sedangkan pak tono mendapat jatah di lorong kamar bagian depan. setelah itu, mereka mengerjakan pekerjaan dari koh handi, misalnya saja membikin es krim, meramu bahan baku es krim dan donat, mengecat atau merampungkan pekerjaan lainnya. siang hari, kadang aku mendapati mereka tengah terbujur lemas di lantai, tidur siang, di pojok lorong atau di balik sofa. barangkali mereka kelelahan. barangkali mereka capai.
kadang aku ingin berbicara pada mereka, tentang keluarganya, tentang dirinya, tentang pekerjaan yang kini tengah mereka lakoni. tapi ga pernah bisa. aku yang sibuk, atau mereka yang sibuk? pendar mata mereka, sesungguhnya menyiratkan keramahan. dan mereka selalu memberikan sapaan pagi mereka yang sopan untuk anak-anak kos.
suatu hari, satu kantung plastik berisi kaos, kemeja, sandal, sepatu dan tas menumpuk di kamar kosku. aku tak ingin mengenakannya lagi. ada yang kesempitan, ada juga yang sudah bosan. (duh, gaya banget sih kamu fem, pake acara bosan segala!!) aku sungguh ingin membuangnya. begitu banyak baju baruku, mengapa baju lama tidak kutarik dari lemariku? semua yang ingin ‘kubuang’ kususun rapih dalam satu tas besar. “pak, satu tas besar yang di depan pintu kamar saya, nanti dibawa pulang. kalau tidak keberatan, bisa dipakai anak-anak bapak. masemuanya masih layak pakai. semoga berguna,” kataku pada pak gendut. sebenernya aku takut akan menyinggung perasannya. bukankah tidak semua orang bersedia diberi barang ‘bekas’?
“mbak, terima kasih. sepatunya bagus sekali. kemarin sampai rebutan …” kata pak gendut pagi harinya. aku hanya tersenyum, semoga saja lain waktu aku diberi rejeki yang cukup agar bisa memberinya lagi. ada senyum gembira disana, dari sosok sederhana seorang pembantu rumah tangga, yang memanggil sang majikan dengan ‘tuan besar’. kesederhanaan itu terpancar harapan, hidup, kekuatan, keteguhan dan semangat untuk meladeni hari dengan menyapu, mengepel …
bertemu dengan mereka saban hari, saya juga membayangkan wajah-wajah lain, wajah yang biasa saya temui di jalanan, yang biasa saya temui di pinggiran kota jogja. semoga ada hadiah dari Nya untuk kalian.
2004-10-21 » Femi Adi