512 km
Monday 25 April 2005 - Filed under cerita bumijo + cerita pjka + friends from heaven + plesiran
perjalanan ini tak pernah sama.
tengok, ada wajah-wajah baru disana. tentu saja, wajah itu yang menumpang kereta ini dengan lembaran 40 ribu di tangan. tak ada pengamen waria yang molek dengan kebaya berwarna cerah, tapi ada anak kecil yang menodongkan bungkus Taro sambil menggemerincingkan tutup botol fanta dan sprite. gerbong di kereta ini juga tak pengap seperti biasanya, cenderung bersih. seperti habis di cat ulang, diperbaiki kaca dan tempat duduknya, menjadi tampak baru.
tapi senja itu juga tak sama. semburat keunguan di cakrawala, selalu membuat hati ini tak bisa tenang. rasanya ada sesuatu yang tertinggal dan tak ingin pulang ke jakarta. semilir angin yang adem, sayangnya tak juga membuat hati ini diam dari gejolaknya.
dari balik sandaran kursi yang kutempati, sejumlah anak muda brisik dengan radio–atau entah apa namanya– yang menyuguhkan lagu-lagu hip-hop. kuping ini capek mendengarnya. belum lagi, derai tawa mereka seolah tak peduli bahwa disekeliling mereka padat dengan puluhan orang yang akan berlelah-badan melakukan perjalanan sepanjang 512 km atau 10 jam. gairah muda mereka juga tampak dalam kerasnya suara mereka saat kalah atau menang dalam permainan kartu yang mereka mainkan.
mata ini akhirnya bisa terpejam juga. jauh dari kebisingan di belakang.
“gue tu kasian liat lo jomblo. makanya, temuin aisyah deh … kalo lo mau, lo suka, pacarin aja. kalo nggak mau, ya buat temen kan nggak papa. lagian dia berjilbab …” begitu suara seorang anak muda saat mata ini sejenak terbuka. hmmmpff … entah, aku tak melanjutkan lagi ‘menguping’ pembicaraan mereka.
juga pak wal. beliau adalah anggota kesatuan angkatan darat yang langganan mondar-mandir jakarta-jogja-jakarta saban minggu. badannya tak cukup gagah, porsinya cukup untuk ukuran tentara. malah, perutnya sudah sedikit bergelambir meski tulangnya terlihat kokoh. kulitnya hitam meski aku pernah melirik kakinya yang tak terlalu hitam. ia berkumis tebal, cukup sangar untuk orang sipil. cirinya adalah, dia selalu mengenakan ‘kethu’ hitam selama perjalanan.
seperti aku yang biasanya main tembak dengan petugas kereta api diatas gerbong, seperti aku pula yang kemarin tidak melakukan perbuatan yang diharamkan KAI itu. kemarin beliau membeli tiket. maklum, dia mengajak serta isterinya. kata mas anton, teman seperjalananku yang notabene juga teman kantor, sebulan sekali memang pak wal selalu mengajak istrinya lantaran ada acara bulanan di kesatuannya. oooo … pantas.
pagi ini aku sampai di kantor dengan perut lapar. kalau boleh memilih, aku tak ingin melakukan perjalanan yang melelahkan ini. capek. badan patah-patah. apalagi, dengan lokomotif tua yang menarik 12 gerbong ber-AC alias Angin Cendela. “tadi ada yang numpang di belakang lokomotif dari jogja sampai jakarta … ” ujar mas anton. nah, ini, biasanya juga tak ada yang sampai seheroik ini. awas, masuk angin.
2005-04-25 » Femi Adi