kawin ternyata engga mudah
Wednesday 18 November 2009 - Filed under isu indonesia + kubikel + media + web 2.0
ya, saya bisa memahami mengapa media konvensional harus berbenah, harus kawin, tanpa meninggalkan medianya sendiri.
merger.
tidak mudah untuk kawin; mengawinkan beragam kultur, pengalaman, aktivitas, tugas, power, kebiasaan dan juga kegiatan sehari-hari. dan saya mengupingnya dari bos dw edisi bahasa inggris, kristin zeier.
dia membeberkan acara perkawinan redaksi online dan radio. bukan hanya penolakan dan penentangan; tetapi juga proses yang tak mudah. setidaknya butuh dua tahun –dari tahun 2007 hingga 2009– untuk membangun database, dan mengawinkan teks dengan suara; radio dan online web.
tapi mereka memulainya dengan melakukan riset pasar.
dengan melihat apa kebutuhan publik. sederhana? terdengar seperti itu. tapi tidak selalu begitu.
redaksi butuh tahu bacaan yang diperlukan dan diinginkan oleh pembaca, tampilan (layout), cakupan topik dan format yang cukup nyaman mereka gunakan untuk mengasupnya. dus, bukan hanya sekadar redaksional.
sesudahnya, melirik tetangga sebelah. siapa punya apa; dan apa yang tidak mereka punya.
tak harus menjadi seperti bbc, cnn, reuters, bloomberg. jika pun mereka berkompetisi, biarlah. tetapi menggaet pasar yang sangat kecil, itu tujuannya.
itu sebabnya, dw berbeda.
tidak membubuhi iklan, tidak punya breaking news. selebihnya, feature menarik tentang jerman, jerman, jerman. dan juga dunia.
lalu tahap berikutnya adalah membuat semua orang menjadi ‘biasa’. yaitu, training untuk semua. semua wartawan bisa motret. semua wartawan bisa melakukan reporting untuk radio. semua wartawan bisa melakukan reporting untuk online. setiap wartawan bisa semua.
mari semuanya bergerak untuk belajar.
untuk mengawinkan kebiasaan, kultur, aktivitas. tanpa ketakutan. tanpa rasa cemas. saya yakin, semuanya akan bisa nge-tweet, slide-ing, blogging. bukan hanya facebook-ing.
2009-11-18 » Femi Adi