Kami tak bertemu lamaaa sekali. Mungkin setahun; bahkan lebih. Ya, saya dan om saya; adik ibu nomer … Mmm … Nomer berapa ya? Belokan ke rumah nenek (likban) langsung mengunci mata saya. Bukan om joko, om yanto atau bahkan tetangga sebelah. Tetapi om juni. Ya, om juni. Kurus. Ini adalah pertemuan kedua saya dengannya; setelah […]
Comments Off »
Read the rest
Esti, kakak saya, rupanya tahu betul adiknya suka beberes rumah. Menambah pernik-pernik yang terkesan nggak mutu; seperti loro-blonyo maupun wadah lilin. Membungkus perkakas jati; seperti kursi panjang maupun kotak hartakarun kembar. Dan urusan kamar mandi selalu menjadi bagian yang paling rumit. Apalagi membersihkan daki pada lantai, dinding dan juga bakmandi. Duh duh duh. Dan esti […]
Comments Off »
Read the rest
Saya tak pernah mengharapkan satu sen pun dari warisan keluarga. Keluarga ayah, keluarga ibu. Dan selalu, muara dari warisan yang menggelitik itu bukan berasal dari saya. Hingga suatu hari likban, nenek saya, membeberkan hitungan om saya, bahwa bagi warisan tanah milik nenek hanya untuk 11 anak. Ya, ibu saya, tak lagi mendapat jatah cuilan tanah […]
Comments Off »
Read the rest
saya menggelak. arun, kawan dekat saya tertegun dengan pesanan saya: seporsi ayam kampung goreng bu tini. kepala dan ceker sudah saya singkirkan. ya, kami berdua geli melihat kepala dan kaki berada di atas pinggan yang sama. sementara itu, dua potong ayam berukuran sama-sebangun berbaris rapi. “yakin, beib dengan pesanan ini?” tanyanya. ow, terang saja saya […]
Comments Off »
Read the rest