2006-10-19 ::
femi adi soempeno //
cerita bumijo
(Mbah) Lik Bandiyah
saya kangen dengan ayah dan ibu. makanya, sore tadi saya berkunjung ke ‘rumah’ mereka di turi. ya, sembari membawa saru keranjang bunga mawar merah dan putih, segar. saya lihat, beberapa orang sudah mulai membersihkan makam. “hari ini membersihkan, besok juga, dan lusa juga!” tukas seorang bapak-bapak tua sambil terus menggerakkan seikat lidi nan kuat. ya, saya kangen […]
Comments Off »
Read the rest
pak, rumah kosong dan sangat sepi tanpa bapak. tanaman tetap hidup dan bunga tetap mengembang, tapi sepertinya tak sesegar dulu. jam dinding malas-malasan berdentang. saya tahu, Tuhan sudah memberi rumah yang lebih indah buat bapak, tanaman yang lebih segar dengan warna kelopak yang lebih indah, dan jam yang lebih rajin berdentang. Tuhan sudah memberi kehidupan […]
Comments Off »
Read the rest
saya memanggil ayah saya dengan beragam panggilan. kadang ayah. kadang bapak. kadang babe, atau lebih sering saya singkat dengan sebutan be saja. kadang daddy, atau dad. bagi ayah saya, beragam panggilan itu tak membuatnya risih. yang penting, saya tak sekadar mencolek atau njawil untuk membicarakan sesuatu. dan, saya masih menghargainya sebagai orang tua yang saya […]
Comments Off »
Read the rest
bukan main terperanjatnya saya saat mendengar lokomotif itu menjerit. entah, tiba-tiba dada ini berdesir. seperti ada kupu-kupu yang menggesek bulu mata dengan sangat cepat. membuat mata ini berkedip dan mengatup dengan cepat. gatal. risih. perih. meninggalkan keterkejutan akibat ditingkahi si kupu-kupu nakal. atau, seperti kapur yang diguratkan pada papan tulis, dengan pasir yang membuatnya berdecit […]
Comments Off »
Read the rest