gunung tangkup/abang, persawahan ubud hingga romantisme senja di kuta
Tuesday 22 November 2011 - Filed under Uncategorized
pada awalnya, saya sudah menyerah untuk perjalanan gowes ke bali ini. pasalnya, sejak awal oktober, mas cis sudah ngabani saya dengkul berlevel intermediate di rute sepanjang 45 kilo meter di hari pertama. lihat gambarnya sih asik. lihat treknya juga seru. tapi kalau lihat kekuatan dengkul yang belum-tentu-sebulan-sekali-gowes, rasanya saya lebih baik memilih rute narsis di hari kedua, di kawasan persawahan ubud.
“nanti yang etape kedua lebih menantang fem …” kata om erry. ah sial. kata ‘menantang’ itu bukankah terdengar ‘sulit’?
tapi saya memilih untuk menjalani saja. adanya sejumlah srikandi dalam perjalanan ini, mengindikasikan bahwa ‘semuanya akan baik-baik saja’.
perjalanan dimulai.
hari pertama, sabtu 19 november 2011, nyatanya, dengkul adalah modal utama. sejumlah tanjakan kecil tak bisa saya lewati dengan kayuhan dua dengkul saya. terlalu berat. jalanan berbatu, berpasir, tetap menyisakan kekhawatiran pada saya meski saya sudah mengenakan dengkul-protektor dan mengganti sadel sepeda dengan selle royal plugin ergogel dan memangkas seatpost menjadi sedikit lebih pendek.
treknya sedikit berbeda dari tangkuban perahu yang banyaak jalan setapak kecil nan sempit. kali ini, lebih lapang namun sejumlah turunan tetap terasa terjal karena bauran tanah-pasir-batu. hujan membuat pasir kian melekat dan semakin padat. ah, terimakasih hujan.
music-speaker yang diusung mas cis membuat gowesan ini mirip odong-odong; apalagi, ada lagu ayu ting-ting disana. suasana di pengunungan dengan rerimbunan pohon dan bau khas hutan membikin hati lebih adem. tapi napas saya masih pendek saja: saya tak bisa menyanyi layaknya yang lain saat menggowes. dan saya masih ada di barisan paling bontot bersama dengan marshall-marshall. :p
saya menikmati saat sepeda saya menghalau kubangan air, merangsek dengan serunya membelah air dan membiarkan roda mencari jalannya sendiri untuk menemukan jalan keluar dari kubangan itu. rasanya seperti mengembalikan masa kanak-kanak, bersepeda di pekarangan belakang rumah. bedanya, saat itu ada ibu dan mbah putri yang meneriaki “femi, hujan. main sepedanya sudah. nanti masuk angin…” kini justru sebaliknya, “trek trek trek trek … ”
durian menjadi obat capek di mulut gunung. lucunya, satu durian berisi satu pongge saja.
dan etape kedua dibatalkan karena hujan dan kadung ganti baju/beberes di restoran.
hari kedua, minggu 20 november 2011, matahari membakar wajah saya di sepanjang pematang sawah. ah, menyenangkan. bebek-bebek menjadi perburuan pak rudiantara untuk berpose dengan sepedanya.
kesasar sana-sini. menemukan mentimun sebagai penambah energi. mengisi water bladder dengan air dari mata air. dan saya didorong oleh om erry saat berada di tanjakan. aaah! ***see femi, betapa jam terbang dengkulmu kurang tinggi***
“hallo femi …” om heru menyapa, kali ini lebih jinak ketimbang di tangkuban perahu. yah, menggelikan. om heru gowes menyalip saya, dan menyapa dengan nada ringan, riang. saya selalu terbahak dibuatnya.
dan kuta menjadi tujuan akhir; menyusuri tepian pantai hingga legian. menyandarkan letih pada senja.
terimakasih untuk perjalanan ini. terimakasih untuk RC3 yang memperbolehkan saya mengenakan kaos berlabel RC3.
2011-11-22 » Femi Adi