Content

when writing the story of your life, don't let anyone else hold the pen

“bajaj saya hilang …”

Wednesday 23 November 2011 - Filed under cerita cidodol residence + isu indonesia

lama tak naik bajaj dari depan rumah.

sejak saya punya tunggangan sendiri, saya tidak pernah naik bajaj. naik ojek juga cuma sekali. saya mengenal mereka cukup baik, meski tak sangat akrab. kalau bukan mereka, siapa lagi yang mau menolong saya jika tak ada tumpangan?

pagi kemarin, saya pun menyewa tumpangan untuk menuju ke kantor lama. supir bajaj-nya adalah mas-mas berlogat jawa, berambut gondrong hitam halus seperti layaknya gadis-gadis sunsilk.

sepanjang perjalanan, kami berbincang.  padanya, saya bertanya soal kesehatannya dan juga keluarganya.

“sekarang sih sudah baikan mbak. alhamdulillah. tapi bajaj saya hilang sebelum lebaran kemarin. wah, pusing dah. mana kebutuhan buat lebaran kan ada aja. …” katanya.

ia dilanggani oleh tetangga depan saya untuk mengantar sekolah anak-anaknya. pagi itu,  kebetulan si bapak ada di rumah, jadi mas bajaj tidak mengantar. yang biasanya keluar jam 5.30, si mas bajaj baru keluar jam 6.30.

“saya parkirin bajaj di depan kompleks. saya datang, eh, sudah engga ada. padahal ini bajaj sewa. kalau dijual, kayak motor ga ada surat-suratnya itu, cuma 2 juta,” katanya.

mas bajaj harus nyicil pada si empunya bajaj, sebesar 300,000 dikalikan tiga.  ia hanya diminta bayar separo-nya sebagai ganti rugi bajaj yang hilang.

“alhamdulillah saya dipercaya sama yang punya. saya juga disuruh jadi montir. jadinya cuma bayar sekalu, lalu sudah engga disuruh bayar. tapi saya tetap disuruh jadi montir, dan tetap dibayar.”

ia menyewa bajaj sebulan sebesar 500,000.  dengan tambahan pendapatan jadi montir, saat ini ketebalan kantongnya lumayan. sebelumnya, sudah ada montir untuk bajaj-bajaj yang ada. hanya saja, ia dipecat oleh si empunya karena setorannya ada yang ditilep.

“kepercayaan itu mahal, mbak. alhamdulillah, saya orang biasa. maunya ya yang biasa, bisa dipercaya …”

saya terdiam.

Tagged: » »

Comments Off  ::  Share or discuss  ::  2011-11-23  ::  Femi Adi

gunung tangkup/abang, persawahan ubud hingga romantisme senja di kuta

Tuesday 22 November 2011 - Filed under Uncategorized

pada awalnya, saya sudah menyerah untuk perjalanan gowes ke bali ini. pasalnya, sejak awal oktober, mas cis sudah ngabani saya dengkul berlevel intermediate di rute sepanjang 45 kilo meter di hari pertama. lihat gambarnya sih asik. lihat treknya juga seru. tapi kalau lihat kekuatan dengkul yang belum-tentu-sebulan-sekali-gowes, rasanya saya lebih baik memilih rute narsis di hari kedua, di kawasan persawahan ubud.

“nanti yang etape kedua lebih menantang fem …” kata om erry. ah sial. kata ‘menantang’ itu bukankah terdengar ‘sulit’?

tapi saya memilih untuk menjalani saja. adanya sejumlah srikandi dalam perjalanan ini, mengindikasikan bahwa ‘semuanya akan baik-baik saja’.

perjalanan dimulai.

hari pertama, sabtu 19 november 2011, nyatanya, dengkul adalah modal utama. sejumlah tanjakan kecil tak bisa saya lewati dengan kayuhan dua dengkul saya. terlalu berat. jalanan berbatu, berpasir, tetap menyisakan kekhawatiran pada saya meski saya sudah mengenakan dengkul-protektor dan mengganti sadel sepeda dengan selle royal plugin ergogel dan memangkas seatpost menjadi sedikit lebih pendek.

treknya sedikit berbeda dari tangkuban perahu yang banyaak jalan setapak kecil nan sempit. kali ini, lebih lapang namun sejumlah turunan tetap terasa terjal karena bauran tanah-pasir-batu. hujan membuat pasir kian melekat dan semakin padat. ah, terimakasih hujan.

music-speaker yang diusung mas cis membuat gowesan ini mirip odong-odong; apalagi, ada lagu ayu ting-ting disana. suasana di pengunungan dengan rerimbunan pohon dan bau khas hutan membikin hati lebih adem.  tapi napas saya masih pendek saja: saya tak bisa menyanyi layaknya yang lain saat menggowes. dan saya masih ada di barisan paling bontot bersama dengan marshall-marshall. :p

saya menikmati saat sepeda saya menghalau kubangan air, merangsek dengan serunya membelah air dan membiarkan roda mencari jalannya sendiri untuk menemukan jalan keluar dari kubangan itu.  rasanya seperti mengembalikan masa kanak-kanak, bersepeda di pekarangan belakang rumah. bedanya, saat itu ada ibu dan mbah putri yang meneriaki “femi, hujan. main sepedanya sudah. nanti masuk angin…” kini justru sebaliknya, “trek trek trek trek … ”

durian menjadi obat capek di mulut gunung. lucunya, satu durian berisi satu pongge saja.

dan etape kedua dibatalkan karena hujan dan kadung ganti baju/beberes di restoran.

hari kedua, minggu 20 november 2011, matahari membakar wajah saya di sepanjang pematang sawah. ah, menyenangkan. bebek-bebek menjadi perburuan pak rudiantara untuk berpose dengan sepedanya.

kesasar sana-sini. menemukan mentimun sebagai penambah energi. mengisi water bladder dengan air dari mata air. dan saya didorong oleh om erry saat berada di tanjakan. aaah! ***see femi, betapa jam terbang dengkulmu kurang tinggi***

“hallo femi …” om heru menyapa, kali ini lebih jinak ketimbang di tangkuban perahu. :)   yah, menggelikan. om heru gowes menyalip saya, dan menyapa dengan nada ringan, riang. saya selalu terbahak dibuatnya.

dan kuta menjadi tujuan akhir; menyusuri tepian pantai hingga legian. menyandarkan letih pada senja.

terimakasih untuk perjalanan ini. terimakasih untuk RC3 yang memperbolehkan saya mengenakan kaos berlabel RC3.

 

Tagged: » » » » »

Comments Off  ::  Share or discuss  ::  2011-11-22  ::  Femi Adi

dua agama, satu cinta

Monday 21 November 2011 - Filed under cerita cinta + friends from heaven + isu indonesia

perdebatan ini tak pernah usang: pacaran beda agama.

sayangnya, kita hidup di tempat yang menjadikan agama sebagai salah satu benchmark untuk semua lini kehidupan. dari yang remeh temeh, hingga yang gigantic. dari perkara minta sumbangan di kampung, hingga isu toleransi antar umat beragama.

saya hanya bisa tersenyum saja mengingat semuanya. si ini. si itu. si ini. si itu. si ini. si itu.

agen asuransi saya bercerita tentang kehidupannya yang harmonis: dia hidup dengan lelaki yang berbeda agama dengannya.  “kami bikin perjanjian fem.  kalau dia mau agama anak kami ikut dia, ya dia harus konsisten untuk ngajarin agamanya pada anak kami, dan begitu juga sebaliknya,” katanya. mereka menikah di paramadina.

kolega saya juga menikah dengan cara  yang unik. demi menjaga wasiat orang tua yang anaknya harus menikah dengan cara muslim, maka yang non-muslim pun hijrah ke muslim. sesudahnya, keduanya kembali menjalani hidup dengan agama masing-masing.

teman saya yang lain justru `abangan’. dia bisa menikahi siapa saja, agama apa saja.

kerabat saya tengah menjalin hubungan dengan seorang perempuan yang beda agama. tarik ulur siapa yang pindah agama apa pun terus terjadi. keduanya kuat, keduanya taat.

apakah Tuhan pernah jatuh cinta?

 

Tagged: » » » » » »

Comments Off  ::  Share or discuss  ::  2011-11-21  ::  Femi Adi

bali tanpa babi, perjalanan antiklimaks

Monday 21 November 2011 - Filed under isu indonesia + kuliner

bali tanpa babi.

bali tanpa babi guling.

bali tanpa lawar.

ini seperti perjalanan yang antiklimaks. saya menyambangi daerah yang hampir di setiap sudutnya ada warung babi. hanya saja, saya tak makan babi.

ah, saya mengerti. ini bukan perjalanan pribadi saya; tapi bersama begitu banyak orang yang tak semuanya makan babi. saya sangat bisa mengerti. dus, kini tinggal merencanakan perjalanan serupa, tentu saja, dengan memasukkan warung-warung babi untuk icip-icip.

Tagged: » » » » »

Comments Off  ::  Share or discuss  ::  2011-11-21  ::  Femi Adi