Monday 23 January 2012
-
Filed under
isu indonesia
istilah itu muncul begitu saja dari mulut saya, saat kami membincangkan bule laki-laki dan seorang perempuan indonesia.
kobul. kobokan bule.
istilah itu memang terdengar kasar, tajam, sadis.
itu hanya istilah.
saya tahu persis, cinta memang tak berbatas wilayah, kontinen, suku dan sejenisnya. hanya saja, ‘pemandangan tak asik di bar, tempat dimana saya jamak melihat bule laki-laki dan perempuan indonesia yang berperilaku tak wajar demi mendapatkan perhatian si bule’ membikin selorohan itu muncul. entah, siapa yang menciptakan istilah menggelikan itu.
dan paimun pun berseloroh: kobang.
saya tak kalah: kopram.
hahahahahahaha …
Comments Off ::
Share or discuss
::
2012-01-23 ::
Femi Adi
Monday 23 January 2012
-
Filed under
cerita cidodol residence + cerita pjka + friends from heaven + isu indonesia
di meja di sudut cazbar kuningan, kami akhirnya membahak. ya, kami mentertawakan diri kami sendiri. paimun dan saya.
sejak kuliah kami berteman, lalu saya ke jakarta untuk bekerja dan weekend di jogja untuk bertemu dengan teman-teman d jogja, hingga akhirnya dia juga memilih Jakarta untuk tempat melewatkan usia, nyatanya tak ada yang berubah dari kami: kami menghabiskan long weekend bersama. no other woman, no other man; juwt two of us.
oh my gosh.
2003 hingga 2009 atau 2010, saya pulang ke jogja untuk berjumpa dengan ayah saya, dan juga sejumlah sahabat, termasuk paimun. malam hari, usai ayah istirahat, saya selalu memilih untuk bertemu dengan si beb dan paimun. kami menghabiskan malam panjang dengan main biliar ngobrol, kongko, hangout, makan-makan.
begitu terus saban minggu.
satu-dua kesempatan, kami dugem bersama, saat kerabat yang lain pulang ke jogja, meninggalkan memori yang tak tergantikan: mabuk rusuh, makan gudeg dan jackpot di mobil baru.
dan 2012, nyatanya tak ada yang berbeda. long weekend ini saya masih menghabiskan weekend saya dengan paimun.
kami memesan satu pitcher heineken beer, dan french fries, setelah kami sebelumnya menghabiskan pork chop di ya udah bistro. perbincangan kami pun tak jauh dari masa kuliah, menggosipkan si ini dan si itu, romantisme jogjakarta, dan mimpi kecil di masa yang akan datang.
kami menggelak. kami tak bisa berhenti tertawa. mentertawakan diri kami.
Comments Off ::
Share or discuss
::
2012-01-23 ::
Femi Adi
Saturday 14 January 2012
-
Filed under
cerita bumijo
saya sedang meng-ungkep ayam saat saya tiba-tiba teringat oleh bu koyo.
bu koyo adalah tetangga saya, rumahnya hanya berjarak dua bangunan dari rumah saya, persis di pertigaan gang kecil di rumah bumijo. ia menjual makanan yang tidak cepat saji, yang membutuhkan pengolahan yang cukup lama.
dua makanan andalannya adalah tempe glepung dan ayam goreng.
ah. saya ingat tempe glepungnya, dan ayam gorengnya. keduanya digoreng garing dengan bumbu yang meresap dahsyat. irisan tempenya berbentuk segitiga, dan dibalut dengan tepung yang cukup tebal, namun tetap terasa kering kemripik. sementara potongan ayamnya lebih kecil, tapi rasa asin-gurihnya pas.
warung bu koyo tidak besar, dan ia harus berbagi dengan anaknya, mbak tutik, yang juga berjualan makanan ringan. mereka menghuni rumah yang bagian depannya dijadikan warung makan. ruangannya gelap; mata saya harus menyesuaikan diri dengan cahaya saat masuk ke dalam warung yang bereternit pendek itu.
mejanya mepet ke dinding yang terbuat dari tripleks, dan hanya ada beberapa kursi disana. ya, mejanya besar; disana sudah pasti ada satu cething nasi dan satu mangkuk sayur, dan juga tempe dan gorengan lainnya. jangan bayangkan ada etalase layaknya warung makan padang. satu-satunya etalase yang dimiiki bu koyo adalah lemari makan yang tak transparan yang terbuat dari kayu jati lawas, yang bagian atasnya terdapat satu bagian yang ditutupi kaca, dibuka dengan cara menggeser kacanya itu.
kadang bu koyo menyisihkan lauk di lemari itu. pada yang lain, dia kadang bilang makanannya habis; sementara tangannya sibuk memasukkan tempe ke dalam plastik untuk saya, dan saya melihat masih ada beberapa yang sebenernya masih tersisa.
ya, orang yang sudah tau lezatnya masakan bu koyo, akan datang untuk menyambanginya, dan kembali lagi untuk merasakan masakannnya. guru-guru saya di SD tarakanita dulu sering mengenyangkan perut di warung bu koyo.
tak jauh dari meja itu, di bagian ujung ruangan, disanalah dapur bu koyo yang terbuka. dindingnya tak lagi putih bersih, melainkan hitam karena asap yang keluar dari pengolahan makanan. kami semua yang datang ke warungnya bisa melihat secara jelas masakan yang tengah diolah oleh bu koyo. sayuran favorit dari warung ini adalah lodeh.
rasanya tempe glepung dan ayam goreng bikinan bu koyo jauh lebih enak ketimbang bikinan ibu. **oops, maaf ibu** keluarga kami sering membelinya untuk sarapan pagi.
saya terakhir membungkus tempe glepung bikinan bu koyo mungkin sekitar tiga tahun lalu.
Comments Off ::
Share or discuss
::
2012-01-14 ::
Femi Adi
Sunday 8 January 2012
-
Filed under
cerita cidodol residence + isu indonesia
ini bukan yang pertama kalinya.
parkiran di gandaria city tidak menyediakan kembalian 500 rupiah. dan berakhir selalu sama: mas-mas tukang parkir membiarkan saya tak membayar parkir. dia yang menombokinya.
entah, kenapa parkiran di gandaria city itu tidak menyediakan pecahan 500 rupiah dalam jumlah yang cukup banyak. padahal, ada pecahan 500 rupiahan yang dia gunakan untuk pungutan ongkos parkir pada si empunya kendaraan.
kalau memang tak punya pecahan gope’an, knapa tak membikin bulatan ongkos parkiran menjadi 1,000 rupiahan?
Comments Off ::
Share or discuss
::
2012-01-08 ::
Femi Adi